RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau Djono Albar Burhan mengatakan, dirinya dan para petani kelapa sawit dari bulan April sudah menahan luka.
Pasalnya, pemerintah pusat membuat kebijakan melarang ekspor minyak sawit mentah (CPO), termasuk dari Provinsi Riau.
“Kami petani kelapa sawit dari bulan April sudah menahan luka, Pak. Luka yang sangat dalam. Kami berharap menjelang lebaran kami berbahagia bersama keluarga. Memenuhi kebutuhan, keinginan keluarga untuk membeli pakaian baru dan segala macamnya menjelang lebaran. Semua sirna karena harga TBS anjlok beberapa hari sebelum lebaran,” katanya, Selasa, 17 Mei 2022.
Djono juga mengatakan, setelah lebaran, dirinya dan para petani kelapa sawit berharap dapat memberikan kebahagiaan kepada keluarga, tapi harga tandan buah segar (TBS) turun.
Lebih lanjut, Djono juga bercerita, dirinya juga sudah menggunakan tabungan yang ada untuk memenuhi kebutuhan kebun kelapa sawit miliknya. Tabungan ini untuk membayar pupuk, membayar pestisida, dan segala macamnya.
“Tapi harga yang kami terima di Provinsi Riau laporan dari pengurus Apkasindo di seluruh kab/kota di Provinsi Riau, harga itu masih sekitar 1700-1800. Bahkan di tingkat agen itu 1200-1300,” ujarnya.
Harga Rp 1700 - Rp 1800 itu sama sekali tidak menguntungkan. Jangankan untuk membeli kebutuhan sehari-hari, untuk membeli pupuk pun tidak bisa. Tentu ini berdampak pada produktifitas petani kelapa sawit setahun kedepan karena belum bisa memupuk.
Djono mengerti kesulitan yang dialami oleh teman-teman Pabrik Kelapa Sawit (PKS). PKS sudah sedemikian rupa mengusahakan agar pabriknya tidak tutup. Hampir di seluruh pabrik di Provinsi Riau sudah menuruni kapasitasnya.
“Banyak sekali kami dari petani kelapa sawit yang mobil-mobilnya mengantri didepan PKS, sampai sehari pun ada. Ini tentu menjadi perlambatan perputaran ekonomi bagi kami petani sawit, karna kami mendapatkan uang dari penjualan TBS kami,” pungkasnya.