RIAU ONLINE, PEKANBARU - Wakil Ketua DPRD Riau, Syafaruddin Poti, turut angkat suara soal kisruh di kepengurusan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR).
Pria bergelar Panglimo Boso Paga Nogori itu mengharapkan datuk-datuk di LAMR menyelesaikan masalah dengan cara mufakat di Balai Adat Melayu Riau.
"Kalau datuk-datuknya saja tak mau bermufakat, bagaimana anak kemenakan mau percaya. Coba duduk bersama dan kembali pada tujuan sebenarnya dibentuknya LAMR itu," katanya, Rabu, 20 April 2022.
Dia menyayangkan datuk-datuk yang berebut jabatan itu karena sangat tak mencerminkan insan yang bisa jadi panutan.
"Pertanyaannya apa yang jadi penyebab perebutan jabatan ini. Sementara di kampung banyak tak mau mengurus adat karena mengurus anak kemenakan, gaji tak ada, karena adat yang ditinggikan di situ," jelasnya.
Perihal adat, Poti mengatakan posisi tertinggi berada di MKA dan DPH, bukan Gubernur. Ia menjelaskan Gubernur hanya diberikan gelar karena menjabat.
"Seharusnya sudah dirapatkan di MKA dan DPH, tak bisa tiba-tiba saja jadi ketua. Kesalahan selama ini seperti itu. Sebaiknya orang yang pimpin LAMR sudah pernah bekerja di adat, tahu dia adat yang hakiki bagaimana," jelas Poti.
"Ini hanya saran, karena saya anak kemenakan dan tak ada kaitan politik ini, demi menjaga marwah Melayu. Siapa lagi yang memegang marwah kalau bukan kita anak kemenakan Melayu ini," imbuhnya.
Sebab itu, sekali lagi Poti mengingatkan agar datuk-datuk duduk di Balai Adat Melayu Riau. Baginya, tak masalah berdinamika di balai daripada di luar balai.
"Kenapa ada balai adat, ya karena untuk berunding, bermusyawarah, bermufakat. Kalau ada balai, kenapa cari tempat lain," tutupnya.