Polda Riau Tangkap Tiga Pelaku Perambah Hutan Adat Desa Kuntu

alat-brst.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau telah menangani kasus penebangan ratusan hektar hutan adat untuk pembukaan lahan sawit di kawasan hutan adat Kenegerian Kuntu, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar.

Pembukaan lahan secara ilegal mencapai ratusan hektare dalam beberapa bulan terakhir di kawasan hutan adat Kenegerian Kuntu sudah memicu kemarahan warga. Dua alat berat disita.

"Selain dua alat berat, tiga tersangka juga sudah kita amankan, namun kita masih melakukan penyelidikan," ujar Direktur Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ferry Irawan kepada RIAUONLINE.CO.ID, Rabu, 19 Januari 2022.

Sebelumnya, puluhan warga Kenegerian Kuntu, Kampar Kiri, Kampar, Riau, mengamankan 2 unit alat berat yang digunakan untuk membuka lahan hutan lindung di kawasan hutan adat setempat.

Kedua unit alat berat tersebut kemudian digiring warga keluar dari hutan adat untuk diamankan.

Warga yang turun ke lokasi menyebut, alat berat diduga milik oknum anggota Polri.



Ini diperkuat pernyataan seorang koordinator alat berat, Rudi, saat ditemui warga di sekitar lokasi.

"Kata Pak B (oknum anggota Polri) tolong tarik alat berat. Sebab warga turun ke lokasi. Makanya beberapa alat berat kami sembunyikan," tutur Rudi.

Ia berkilah alat berat berada di bawah pengawasannya tidak beroperasi di Kuntu, akan tetapi di Kuantan Singingi.

Namun, di tengah perjalanan, empat anggota Ditreskrimsus Polda Riau langsung menemui warga. Mereka meminta penanganan lanjutan diserahkan ke Polda Riau.

"Bapak-bapak jangan khawatir, penanganan selanjutnya percayakan kepada Polda Riau. Kami terbuka, silahkan awasi," ungkap Iptu Joko.

Namun saat dikonfirmasi awak media, ia meminta langsung ke pimpinannya.

Kepala Desa Kuntu, Asril didampingi Khalifah Kenegerian Kuntu, Herizal Dt Bandaro, berharap agar para pelaku yang terlibat diusut. Begitu juga lahan yang telah diperjualbelikan.

"Kami berharap ini ditindaklanjuti oleh BBKSDA maupun Polda Riau. Karena warga sudah sangat resah, atas banyaknya lahan yang rusak, ditebang secara ilegal oleh mereka. Apalagi tanah dijual tanpa sepengetahuan kami, dan ini kawasan hutan lindung dan tidak ada SKT/SKGR nya," pungkas Asril.