Laporan: Bagus Pribadi
RIAUONLINE, PEKANBARU– Asisten Bidang Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, mengatakan selama 2020-2021 Indonesia menangani 304 perkara dengan cara restorative justice. Ia melanjutkan untuk di Riau pihaknya menyelesaikan tujuh perkara.
“Restorative justice itu alternatif yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan antar dua belah pihak,” katanya, Sabtu, 18 Desember 2021.
Lebih jauh, ia menjabarkan prosesnya yakni penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan, serta mempertemukan antara pelaku dan terdakwa serta keluarganya. Dari situ, diharapkan ditemukannya penyelesaian secara perdamaian.
“Ini bukan barang baru. Hukum pidana itu digunakan hanya untuk upaya terakhir, manakala upaya lainnya sudah tidak bisa diselesaikan,” jelas Raharjo.
Raharjo menuturkan ke depannya untuk kasus-kasus kecil yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 2,5 juta, cukup diselesaikan dengan cara restorative justice. Sehingga kasus-kasus itu bisa diselesaikan di luar pengadilan.
“Kemudian misalnya dalam UU Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Anak, jika ada perkara umur maksimal 18 tahun. Kalau lah ancaman hukumnya di bawah tujuh tahun maka wajib hukumnya bagi setiap pejabat yang menangani menempuh perdamaian di antara para pihak yang bermasalah,” tuturnya.
Menurutnya, restorative justice diterapkan guna menimbang kelebihan kapasitas seluruh rumah tahanan yang ada di Indonesia. Ia mengaku pemerintah tak punya anggaran membangun rumah tahanan.
“Bikin rumah tahanan itu syaratnya minimal 5 hektar, kalau di tengah kota itu sudah berapa coba biayanya. Itu baru tanah, belum bangunan dan memberi makan tahanan setiap hari. Satu hari untuk satu orang anggarannya sekitar Rp 15 ribu. Sementara pandemi Covid-19 belum juga berakhir,” tutupnya.