Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Chatarina Muliana Girsang bersama Rektor Unri, Aras Mulyadi/Bagus Pribadi/Riau Online
(Bagus Pribadi/Riau Online)
Laporan: BAGUS PRIBADI
RIAU ONLINE, PEKANBARU- Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Chatarina Muliana Girsang mengunjungi Pekanbaru dalam agenda penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Riau (Unri) pada Oktober lalu.
Chatarina menyampaikan kunjungannya guna memastikan langkah-langkah Unri dalam penanganan kekerasan seksual. Ia pun berdiskusi dengan Rektor Unri, Aras Mulyadi dan mempertanyakan langkah apa saja yang telah dilakukan Unri sejauh ini.
“Saya pastikan dan tanya dulu Rektor Aras sudah melakukan apa saja untuk menciptakan kondusifitas di kampus, agar langkah-langkahnya tak menimbulkan keributan,” katanya di Rektorat Unri, Selasa malam, 14 Desember 2021.
Ia pun mengingatkan kasus tersebut mencuat bertepatan dengan lahirnya Permendikbud No 30 Tahun 2021. Kendati demikian, Chatarina juga berkata penanganan sesuai aturan Permendikbud memerlukan waktu yang lama dan meminta masyarakat bersabar.
“Kami berdiskusi mengenai langkah-langkah penanganannya dan saya juga menyuruh Rektor Aras untuk membuat aturan sendiri guna mempercepat penanganan kasus. Kasus ini, menurut publik kan sudah berlarut-larut, dan sudah ada desakan di mana-mana.
“Outputnya, Unri akan membentuk tim satgas adhoc per kasus sembari menunggu pembentukan satgas sesuai Permendikbutristek No 30 Tahun 2021,” terang Chatarina.
Saat ditanyakan perihal desakan mahasiswa dan publik untuk menonaktifkan tersangka, Syafri Harto dari jabatannya sebagai Dekan FISIP Unri, Chatarina pun menegaskan hal itu ada di bagian mekanisme pembentukan satgas adhoc yang akan dibentuk nantinya.
“Mudah-mudahan bisa dinonaktifkan karena ini berkaitan dengan pemeriksaan. Intinya jangan sampai tersangka mengulangi perbuatannya, mempengaruhi psikis korban, mempengaruhi saksi-saksi dengan menyalahgunakan jabatannya,” tuturnya.
Menurut Chatarina, pembentukan satgas adhoc jadi gerbang untuk menonaktifkan Syafri Harto. “Kami beri waktu Unri untuk membentuk tim satgas adhoc selama satu minggu. Besok ditandatangani, dan lusa satgasnya sudah bisa dibentuk," tegasnya.
Ia mengaku diarahkan oleh Mendikbud, Nadiem Makarim untuk memantau proses penanganan kasus dengan tidak berpihak, baik kepada korban maupun tersangka pelaku. Satu-satunya keberpihakannya dalam kasus penanganan kekerasan seksual yakni kebenaran.
“Kami hanya berpihak pada kebenaran. Saya tegaskan juga kepada civitas akademika di Unri untuk memperhatikan korban dan tidak hanya berpihak pada pelaku,” akunya.
Di saat yang bersamaan, Aras Mulyadi yang tepat berdiri di sisi kiri Chatarina mengaminkan perkataan Itjen Kemendikbud itu. Aras mengaminkan akan membentuk tim satgas adhoc dalam waktu satu minggu.
“Iya pasti, semua ada prosesnya,” timpal Aras.
Sayangnya, meski berada di situ bersama rombongan Itjen Kemendikbud dan di hadapan mahasiswa, Aras menolak untuk dimintai keterangan lebih lanjut upaya apa yang hendak dilakukannya.
“Ini ada juru bicara saya,” katanya menunjuk seorang pria di sampingnya dan langsung berjalan memasuki Gedung Rektorat Unri.
Sementara pria yang ditunjuknya pun enggan memberikan tanggapan. “Tadi kan sudah ya sama Ibu Itjen. Sudah lengkap itu,” katanya mengelak sembari mengikuti Aras masuk ke Rektorat.
Berdasarkan pantauan riauonline.co.id, di hari yang sama rombongan Itjen Kemendikbud dan beberapa civitas akademika Unri bertemu dengan korban di tempat makan Vansquare, Jalan Sudirman, Pekanbaru sekitar pukul 17.00 WIB.
Mahasiswa yang ikut mendampigi korban bertemu dengan rombongan Itjen Kemendikbud, Ketua Tim Advokasi Korps Mahasiswa Hubungan Internasioanl (Komahi) Unri, Agil Fadlan, menyampaikan sambil menangis korban menceritakan situasi yang dirasakannya di Kampus Unri setelah kasus ini mencuat.
“Korban menjabarkan intimidasi yang diterimanya di kampus, seperti doxing oleh oknum yang tak bertanggung jawab yang menyebarkan fotonya. Karena tak sedikit yang penasaran dengan wajah korban,” terang Agil.
Tak hanya itu, menurut penuturan Agil, korban juga menyampaikan bahwa dirinya mendengar kemarahan para dosen terhadap dirinya lantaran menyurati Nadiem Makarim untuk serius menangani kasusnya.
“Padahal itu kan bentuk aspirasinya sebagai korban yang ingin disampaikannya kepada Nadiem makarim,” ujar Agil.
“Korban juga menceritakan teman-teman mahasiswanya diintervensi di kampus. Mahasiswa yang memperjuangkan penuntasan kasus kekerasan seksual ini. Terakhir, korban meminta Itjen Kemendikbud untuk memberhentikan pelaku dari jabatannya karena itu memungkinkan pelaku mengulangi perbuatannya,” tutup Agil.