RIAUONLINE, PEKANBARU-Hingga kini kasus kekerasan maupun pelecehan seksual masih menjadi masalah serius di Indonesia. Pelecehan seksual adalah perilaku, ucapan, isyarat atau pendekatan terkait seks yang tidak diinginkan oleh salah satu pihak.
Dalam hal ini, pelecehan seksual juga termasuk catcalling (godaan-godaan verbal di jalan), permintaan untuk melakukan seks, hingga perilaku lainnya yang secara verbal maupun fisik dan merujuk pada seks.
Perlu diketahui bahwa pelecehan seksual bisa terjadi pada siapa pun dan oleh siapa pun, tanpa memandang usia maupun gender.
Dilansir dari Kompas.com, Komnas Perempuan bahkan menyebutkan bahwa setiap dua jam, setidaknya tiga perempuan Indonesia mengalami kekerasan seksual.
Namun di saat yang sama, pengetahuan masyarakat mengenai consent dan pelecehan seksual masih tergolong rendah.
Menyentuh, meraba, memegang bagian tubuh seseorang secara paksa, tanpa adanya consent atau persetujuan. Pelanggaran seksual seperti itu disebut juga dengan penyerangan seksual.
Penyuapan seksual bisa terjadi di lingkungan-lingkungan yang tidak diduga, khususnya ketika ada perbedaan power (kekuatan) antara pelaku dan korban seperti antara guru dan murid atau atasan dengan bawahan.
Dalam kasus-kasus penyuapan seksual, pelaku menggunakan atau memanipulasi kekuatannya terhadap korban, sehingga korban akhirnya mau atau terpaksa mau melakukan keinginan pelaku.
Psikolog klinis anak, Violetta Hasan Noor, mengatakan bahwa banyak faktor yang memicu mengapa seseorang melakukan aksi tersebut. Salah satunya adalah ada kesempatan situasi yang membuat si pelaku melakukan aksinya. Kedua, adanya kedudukan power
"Biasanya kasus yg sering terjadi adalah korbannya yang inferior kedudukannya," terang Violetta kepada riauonline.co.id, Minggu 13 November 2021.
Sementara, untuk dampak bagi korban, kata Violetta, mereka bisa saja mengalami depresi atau trauma berat. "Tergantung sejauh mana kasus yg dihadapinya. Tapi banyak kasusnya para korban depresi atau mengalami trauma bahkan sulit untuk menjalin kepercayaan," paparnya.
Dirinya menyebut, pada kasus pelecehan seksual, keberanian korban merupakan satu sikap yang berani. Para korban biasanya cenderung takut bahkan menyembunyikan apa yang telah mereka alami.
"Justru harus kita hargai keberanian atas sikapnya karena tidak mudah bagi seseorang yang korban bisa membuka luka yang dihadapinya. Mereka harus bisa dijadikan contoh untuk tidak takut mengungkapkan sesuatu yang salah. Untuknitu, hukum dan sanksi yang jelas," pungkasnya.
Dugaan pelecehan seksual baru-baru ini menimpa satu mahasiswi di Universitas Riau (Unri). Dosen yang juga merupakan Dekan Fisip Unri, Syafri Harto diduga melakukan pelecehan seksual di kampus. Aksinya diketahui dari video yang diunggah ke media sosial Instagram oleh @kumahi_ur, Kamis 4 November 2021.
Dalam video berdurasi 13 Menit 24 detik tersebut, disampaikan bahwa mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial (Fisip) jurusan Hubungan Internasional (HI), L mengaku kalau dirinya dilecehkan oleh dosen pembimbing.
"Saya mahasiswi jurusan Hubungan Internasional Fisip Unri angkatan 2018 yang mengalami pelecehan seksual dalam kampus," ucapal mahasiswi L dalam video tersebut.
Masih keterangan L dalam video tersebut, saat bimbingan skripsi sang dosen mengatakan cinta dan mencium pipinya. "SH tiba-tiba bilang 'I Love You', selanjutnya saat L mau pulang, SH memegang bahunya dan mencium pipi kiri dan kanan," katanya.
Pada Jumat 5 November 2021 pukul 14.30 WIB, L didampingi keluarga, LBH dan tim psikolog membuat laporan ke Mapolresta Pekanbaru. "Semoga pelaku ditindak tegas," ucap pihak keluarga korban.
Atas laporan tersebut, penyidik Polda Riau memanggil 6 orang dari Pelapor L. Mereka yakni pihak keluarga dan pihak kampus yang kemudian dimintai keterangan sebagai saksi.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto mengatakan bahwa penyidik Polda Riau telah mendapatkan barang bukti terkait dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi Unri.
Pada hari Kamis, 11 November 2021, Polda Riau akhirnya menyegel kantor Syafri Harto. Polda Riau akhirnya meningkatkan status kasus dugaan pelecehan seksual mahasiswi Unri oleh dosen pembimbing ke tahap penyidikan.