Kasus Korupsi Kuansing Hanya Gunung Es, FITRA Tagih Komitmen Bersih

FITRA-Riau2.jpg
(WAYAN SEPIYANA/Riau online)

RIAUONLINE, PEKANBARU- Forum Indonesia Untuk Keterbukaan Anggaran (FITRA) menilai beragam kasus korupsi yang mencuat di Kuansing belakangan hanya puncak gunung es.

FITRA mencatat sepanjang tahun 2017-2021, pasca Hari Anti Korupsi 2016, Provinsi Riau  dan Kabupaten kota belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan dalam pencegahan korupsi.

"Provinsi dan kabupaten belum melakukan pembenahan terhadap sistem tata kelola pemerintahan yang baik. Dilihat masih ditemukan daerah kab/kota yang berurusan dengan KPK," ungkap Manajer Advokasi FITRA, Taufik, Sabtu, 23 Oktober 2021.

 

 Taufik mengatakan, FITRA mencatat beberapa praktek korupsi yang terungkap ke publik diantaranya kasus multiyears di Kabupaten Bengkalis yang diungkap tahun 2018 dan sudah memutuskan mantan Bupati Bengkalis dan Sekda Dumai bersalah.

Selain itu ada pula kasus Suap Dana Aliran Khusus (DAK) yang dilakukan oleh mantan Walikota Dumai Zulkifli AS, kasus Jembatan Water Front City di Kabupaten Kampar yang saat ini sedang proses pengembangan. 

"Sewajarnya kasus-kasus ini menjadi intropeksi kembali dan perlu memetakan bagaimana komitmen kepala daerah di Riau terhadap isu pemberatasan korupsi," ungkap Taufik.

Kekesalan Taufik bertambah dengan omongan kepala daerah yang berubah 180 derajat dibandingkan saat mencalon. Dilihat dari tracking visi dan misinya kepala daerah yang ikut berkotestasi di pilkada Tahun 2020 kemarin, banyak menyinggung untuk mewujudkan manajemen birokrasi yang bersih.

"Fakta dan realitanya misi tersebut juga belum sejalan dengan mental kepala daerah tersebut, misalnya Misi Bupati Kuansing," ungkap taufik kesal.

 



Bukan tanpa upaya, KPK disebut Taufik telah banyak melakukan upaya-upaya pencegahan mulai dari pendampingan yang dilakukan oleh Korsup KPK. Koordinasi, monitoring dan supervisi pecegahan korupsi sudah dilakukan lembaga anti rasuah sudah dilakukan tetapi upaya itu tidak tanggapi dengan serius oleh masing-masing kepala daerah dan anehnya terpental begitu saja.

Taufik mengatakan, komitmen perbaikan dan penyembuhan borok ini perlu dimulai dari dalam dengan segera berkomitmen pada pemerintahan yang terbuka.


"Perlu ada niat untuk menciptakan pemerintah yang terbuka dalam pelayanan dan penyelenggaraan. Misalnya Provinsi Riau upaya perbaikan itu sudah sampai pada tahap pelaksanaan yang dituangkan dalam Keputusan SK Gubenur Tahun 2018 tapi sayangnya mandat SK itu hanya tertuang dalam narasi saja tidak ada evaluasi dan keberlanjutan yang dilakukan oleh gubenur saat ini," sesal Taufik.

Ia mengatakan jika upaya pencegahan itu dilakukan secara maksimal dan gubenur menjaring komitmen para bupati dan walikota pastinya hal ini dapat meminimalisir permasalahan korupsi.