RIAUONLINE - Infeksi Covid-19 ternyata tidak hanya mengganggu indera penciuman dengan hilangnya kemampuan membau atau anosmia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meski sudah sembuh dari infeksi, penyintas Covid-19 tetap berisiko alami gangguan pada indera penciuman.
Dikutip dari Healthline, ulasan penelitian ditemukan bahwa 47 persen penyintas Covid-19 mengalami perubahan kemampuan membau atau suatu kondisi yang disebut parosmia. Kondisi tersebut kadang-kadang bertahan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah sembuh.
Beberapa orang dengan parosmia mendeteksi bau disekitarnya seperti bau terbakar atau asap.
Parosmia merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan perubahan indera penciuman. Orang-orang yang parosmia kemungkinan akan merasa indera penciumannya tidak sekuat biasanya, tidak dapat mendeteksi aroma tertentu, sensitif terhadap bau yang tidak sedap.
Kondisi parosmia diduga muncul dengan sendirinya atau bersamaan dengan adanya gejala hidung, seperti tersumbat atau berair.
Parosmia diperkirakan bisa terjadi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah sembuh dari Covid-19.
Dalam studi yang dilakukan pada Mei 2021, para peneliti memeriksa 268 orang yang mengalami parosmia setelah terinfeksi virus Corona. Mereka menemukan para peserta mengalami perubahan bau yang berlangsung selama 10 hari hingga 3 bulan.
Setiap orang dalam penelitian ini mengalami kehilangan penciuman sebagian atau seluruhnya sebelum mengembangkan parosmia.
Lebih dari 75 persen orang juga mengalami indera perasa yang berubah dan hanya 0,7 persen yang memiliki gejala hidung lainnya, seperti pilek atau hidung tersumbat.
Meski begitu, penyebab pasti bagaimana infeksi Covid-19 menyebabkan parosmia masih belum jelas.
Kerusakan pada epitel penciuman dianggap jadi salah satu pemicunya. Epitel penciuman adalah jaringan pada hidung yang menerima bau untuk diproses sebagai informasi sensorik dan dapat ditafsirkan oleh otak.
Artikel ini sudah tayang di SUARA.com