RIAU ONLINE, PEKANBARU-Suroto, penasehat hukum terdakwa Muharlius dan kawan-kawan, mengatakan kalau mantan Bupati Kuansing, Mursini yang harusnya bertanggung jawab atas keterkaitan kliennya terlibat korupsi.
Alasannya, Mursini yang kala itu menjabat sebagai Bupati memerintahkan kliennya untuk terlibat dalam korupsi 6 kegiatan makan minum di Kabupaten Kuansing.
"Saya meminta kepada hakim ketua (Faisal) untuk membebaskan terdakwa karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tersebut. Bukti dari JPU juga tidak bisa menghadirkan bukti nyata pada persidangan," ucap Suroto kepada RIAUONLINE.CO.ID, Senin, 4 Januari 2021 lalu.
Suroto menjelaskan bahwa Muharlius, Yuhendrizal, Hetty Herlina berdasarkan fakta dalam persidangan tidak melakukan memperkaya diri pada kegiatan makan minum tersebut.
"JPU juga tidak menjelaskan secara rinci bukti perbuatan dari terdakwa, sehingga kami minta hakim memutuskan untuk se adil-adiknya. Karena perbuatan ini bukan kehendak terdakwa, melainkan perintah Bupati yang saat itu dijabat oleh Mursini," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, ada dugaan korupsi yang terjadi pada 6 kegiatan di Setda Kuansing yang bersumber dari APBD 2017 sebesar Rp 13.300.650.000.
Kegiatan meliputi dialog bersama tokoh masyarakat ataupun organisasi masyarakat, penerimaan kunjungan pejabat negara, ketiga biaya rapat koordinasi musyawarah pimpinan daerah, rapat koordinasi pejabat daerah, kunjungan kerja kepala daerah dan wakil serta penyediaan makanan dan minuman.
Ada lima terdakwa dalam kasus ini, yakni mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Kuansing, Muharlius selaku Pengguna Anggaran (PA) kegiatan, Kabag Umum Setdakab Kuansing, M Saleh merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), Bendahara Pengeluaran Rutin, Verdy Ananta.
Kemudian, mantan Kasubbag Kepegawaian Setdakab Kuansing dan selaku Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK), Hetty Herlina, dan Kasubbag Tata Usaha Setdakab Kuansing, Yuhendrizal merangkap PPTK pada kegiatan makanan dan minuman tahun 2017 lalu.
Dalam pelaksanaannya, penggunaan anggaran semua kegiatan itu tak sesuai. Hal ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di mana ada Rp 10,4 miliar diselewengkan.