Yuk Kenali Tiga Tipe Anak Berkebutuhan Khusus serta Gejalanya

Mifta-Hurahmah.jpg
(WAYAN SEPIYANA/Riau online)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Apakah anda pernah mendengar tentang anak berkebutuhan khusus ? Jika belum pernah mendengar atau mengetahui apa sih itu anak  berkebutuhan khusus.

 

Nah, pada acara Riau Online Podcats (ROLCAST), Selasa, 27 Oktober 2020, pukul 10.00 WIB, membahas tema 'Gizi Anak Berkebutuhan Khusus Selama Pandemi Covid-19' dari Pusat Layanan Autis Provinsi Riau, di Jalan Arifin Ahmad, Jl Karya Bakti, Pekanbaru.

 

RolCast mendapatkan kesempatan untuk mengundang Tenaga Gizi Pusat Layanan Autis Dinas Pendidikan Bidang Pembinaan PKPLK Provinsi Riau, Mifta Hurahmah, S.Gz.

 

 

 

Ia menjelaskan, anak berkebutuhan khusus itu adalah anak yang memiliki tubuh yang tidak berfungsi dengan baik, atau semestinya. 

 

"Itu ada tiga tipe, yaitu ada yang kebutuhan khusus dari segi emosional, fisik, dan perilaku. Jadi, macam-macam, beda-beda," kata Mifta Hurahmah, Selasa 27 Oktober 2020 di acara RolCast.

 



Mifta melanjutkan, untuk di Pusat Layanan Autis di Provinsi Riau, biasanya fokus pada tipe emosional dan perilaku yang ditangani.

 

Kalau untuk pelayanan down syndrome, pihaknya menuturkan, itu memang punya gangguan di emosional. Tapi, tidak untuk di Pusat Layanan Autis.

 

"Kita fokus, di penanganan anak-anak autis, dia memang memiliki gangguan, tapi dia kita arahkan ke sekolah luar biasa, atau ke tempat terapi lainnya," ungkapnya.

 

Menurutnya, kalau autis itu biasanya dia punya gejala-gejala tertentu, atau sama.

 

"Kita contohkan, anak down syndrome, itu wajahnya biasa mirip," jelasnya.

 

"Kalau ngeliat, biasa beberapa anak dengan wajah yang mirip. Itu biasanya dengan diagnosa sama, itu down syndrome," imbuhnya.

 

Ia mengatakan, tapi kalau anak autis itu wajahnya beda-beda kayak teman-teman kita biasanya. 

 

"Tapi, dia punya ledakan-ledakan emosional atau bisa disebut tantrum ledakan. Emosional itu terjadi karena beberapa hal, seperti biasanya tiba-tiba marah," jelasnya.

 

Misalnya tiba-tiba energinya naik terus lari-lari sendiri. Atau kebiasaan lainnya, seperti menyiksa diri sendiri, membenturkan kepala ke dinding, mencari benda-benda keras untuk dibenturkan ke anggota tubuhnya.

 

 

"Atau mencari objek lain, misalnya orang tua, teman, orang lain untuk menyampaikan emosinya," pungkasnya.