Tito Sebut Ongkos Pemilu Mahal karena Pemilih Masih Bersifat Transaksional

Uang-tunai.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Pengamat Politik Riau, Tito Handoko menilai batasan dana kampanye yang dikeluarkan KPU masing-masing daerah penyelenggara Pilkada 2020 sudah cukup Rasional. 

 

Kendati jumlah batasannya variatif, Ia menilai batasan pengeluaran ini sudah melalui mekanisme perincian dari masing-masing KPU. 

 

"Kalau batasan maksimal ya sah-sah saja, Kan maksimal. Sudah ada pengaturannya dari KPU dan pemerintah," ujar Tito kepada RIAUONLINE pada Selasa malam, 20 Oktober 2020.

 

 

Tito menilai masalah Pilkada serentak 2020 bukan terletak di dana kampanye, Tito justru lebih mengkhawatirkan adanya politik uang di balik kampanye Pilkada ini. 



 

"Politik uang di Pemilu sudah seperti rahasia umum, terdengar tapi tidak tampak" ujarnya

 

Ia menjelaskan hal ini terjadi karena Pemilu di Indonesia masih bersifat transaksional, belum mencapai pilihan rasional. 

 

"Mahalnya cost politic di Indonesia ini sebetulnya ya karena itu, banyaknya pengeluaran di luar pengeluaran resmi. Desain politik kita masih transaksional, belum rasional," jelasnya.

 

Secara sederhana politik transaksional dapat dimaknai sebagai proses pertukaran keputusan politik menjadi barang atau jasa.

 

Hal ini lazim terjadi di Indonesia khususnya pada masa Pemilu. Mulai dari mahar politik oleh para calon kepala daerah hingga "serangan fajar" kepada para pemilih acap dilakukan.

 

Tito menilai hal inilah yang sebetulnya membuat Pemilu di Indonesia sulit menghasilkan pilihan politik yang maksimal. 

 

 

"Kalau begini terus, tentu akan sulit. Kita tidak berhasil mencapai subtansi pemilihan itu sendiri" tutup Tito.