Pengamat politik Riau, Tito Handoko mendukung pernyataan Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (KMA) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) yang meminta semua masyarakat fokus penangangan Covid-19.
(sigit)
RIAUONLINE, PEKANBARU - Pengamat politik Riau, Tito Handoko mendukung pernyataan Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (KMA) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) yang meminta semua masyarakat fokus penangangan Covid-19. Menurutnya, pandemi Covid-19 ini sudah mencapai titik urgent dan harus segera diselesaikan.
Hal ini disampaikannya setelah muncul wacana deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Riau. Gerakan ini juga ditentang oleh sejumlah kelompok masyarakat lain.
Meski tidak menampik deklarasi KAMI sudah diatur dalam Undang-undang Dasar pasal 28E ayat 3 yang menjamin kebebasan berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat, Tito berharap energi yang dimiliki KAMI dapat disalurkan untuk fokus bersama-sama mengatasi Covid-19.
"Mengenai diskursus KAMI ini, kita melihat ada yang lebih urgent yakni penanganan Covid-19 dan bagaimana membebaskan masyarakat yang terdampak. Kita secara kolosal, bersama-sama berusaha," ujar Tito seusai mengisi FGD di forum Santri, Rabu, 14 Oktober 2020.
Tito mengusulkan agar gerakan-gerakan yang muncul ini juga fokus di penangan Covid-19.
"Munculnya gerakan moral seperti KAMI ini, lebih baik fokus saja di gerakan aksi menyelamatkan masyarakat terdampak Covid-19. Terutama Pada tataran politik kesejahteraan," katanya.
Tito mengingatkan, jika memang ingin terlibat di perpolitikan maka disarankan untuk bergabung partai politik. "jika ingin terlibat di proses pengambilan keputusan, maka ikutilah proses demokrasi. Bergabung ke partai politik, dan ikut Pemilu 2024," ujarnya.
Ia menjelaskan, saat ini Riau masih bergelut dengan permasalahan nyata yang harus diperhatikan dengan serius, misalnya, harga kebutuhan pangan yang tidak seimbang dengan harga komoditas pertanian.
"harga karet rendah sementara harga beras mahal, harga sagu kita begitu-begitu saja sejak puluhan tahun lalu sementara kebutuhan terus meningkat," jelasnya.
Kondisi yang sama juga terjadi pada ketahanan pangan.
"Kalau hari ini terjadi force majeur, kita hanya dapat bertahan tiga bulan saja. Produksi pangan kita hanya 35 persen, sisanya kita bergantung pada provinsi lain," ujarnya.
Menurutnya, kesulitan-kesulitan ini jika tidak segera diatasi akan sangat menyulitkan daya jangkau masyarakat terhadap akses pendidikan dan kesejahteraan sosial.