Terancam Sanksi Golkar, Ida: Saya Menjalankan Tugas Sebagai Anggota DPRD

ida.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Anggota Fraksi Golkar DPRD Kota Pekanbaru, Ida Yulita Susanti menanggapi santai terkait adanya ancaman pemberian sanksi kepada dirinya karena menolak keras revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pekanbaru.

DPD II Golkar Pekanbaru sangat menyayangkan sikap dua kadernya yang kini duduk di DPRD Pekanbaru, tidak sejalan dengan sikap partai. Terutama mengenai penolakan rapat Paripurna Revisi RPJMD Pekanbaru kemarin.

Partai berlambang pohon beringin ini menilai sikap dua kadernya tersebut, yakni Ida Yulita Susanti dan Sofia Septiana, sudah tidak sesuai dengan etika dan berseberangan dengan partai. Karena persoalan, DPD Golkar Pekanbaru, akan menyiapkan sanksi kepada kedua anggota dewan tersebut.

Ditegaskan Ida, terkait Ranperda itu, sebagai anggota fraksi dirinya maupun yang lainnya tak pernah terlibat dalam pembahasan perkembangan revisi RPJMD Pemko Pekanbaru.

"Tidak ada satu suratpun yang disampaikan kepada kami untuk berdiskusi terkait Ranperda RPJMD ini. Seharusnya Ketua fraksi memberikan informasi dengan menggelar diskusi bersama di fraksi terkait pandangan pandangan anggota fraksi," kata Ida, Jumat, 15 Mei 2020.

Lebih jauh, sampai hari ini tidak ada satupun intruksi dari partai baik secara tulisan maupun lisan dalam menentukan sikap terkait perubahan RPJMD ini, apakah menyetujui atau malah menolak.

"Karena tidak ada pembahasan dan arahan dari ketua fraksi, tentu kami berjalan sesuai dengan tugas dan fungsi yang melekat, yakni hak legislasi anggota DPRD dan pendapat kami berdasarkan dokumen yang kami miliki," lanjut Ida.

Sampai hari ini, Ida masih bersikukuh menolak hasil kerja Pansus revisi RPJMD ini, karena sudah jelas bertentangan dengan Permendagri Nomor 86 tahun 2017.



Diberitakan sebelumnya, Anggota DPRD Kota Pekanbaru Fraksi Golkar, Ida Yulita Susanti mengungkapkan keprihatinannya kepada beberapa anggota DPRD Kota Pekanbaru dan juga Walikota Pekanbaru, Firdaus.

Pasalnya, di tengah masyarakat yang kelaparan akibat Covid-19, Walikota Firdaus dan Menantunya yang juga Wakil Ketua DPRD Pekanbaru, Ginda Burnama malah memikirkan urusan megaproyek.

"Disaat masyarakat kelaparan, walikota dan menantu ngebet mau ngejar proyek yang habiskan anggaran triliun," tegas Ida, Selasa, 12 Mei 2020.

Tak hanya mengenyampingkan nasib rakyat yang tengah dilanda kelaparan akibat ketidakbecusan Pemko melaksanakan PSBB, mereka juga melanggaran ketentuan UU.

Ida dengan lantang menyebut paripurna yang dilakukan hari ini adalah paripurna haram. Karena bertentangan dengan Permendagri Nomor 86 tahun 2017 pasal 342 dimana perubahan RPJMD hanya bisa dilakukan jika kepala daerah memiliki sisa jabatan tiga tahun.

Sementara, Wali Kota Pekanbaru Firdaus hanya memiliki sisa jabatan dua tahun lagi.

Selain itu, Menantu Wali Kota, Ginda Burnama juga dinilai melakukan kudeta jabatan dengan membuat undangan sendiri kepada anggota DPRD, sementara Ketua DPRD Pekanbaru berada di Pekanbaru.

Di lain sisi, anggota Fraksi Gerindra Nurul Ikhsan menegaskan tidak ada yang dilanggar dalam rapat tersebut, karena semua sudah sesuai dengan Tata Tertib (Tatib) DPRD Pekanbaru.

Terkait RPJMD yang tidak bisa diubah karena masa jabatan yang sudah habis, dikatakan Nurul dalam Permendagri nomor 86 itu disebutkan bahwa RPJMD bisa diubah jika ada alasan tertentu.

Salah satu alasannya ialah perubahan akibat adanya revisi RPJMN di tingkat pusat maupun RPJMD tingkat provinsi. Nurul beralasan perubahan tersebut berdasarkan RPJMN Pusat.

Masalah rapat yang tidak rapat karena tidak kuorum dimana tidak mencapai jumlah 2/3 total anggota, Nurul menyebut dalam Pasal 106 Tatib DPRD Pekanbaru ayat 5 disebutkan bahwa jika rapat tak kunjung kuorum dalam tiga hari maka alihkan ke Gubernur.

Kemudian dalam pasal yang sama ayat 6, disebutkan bahwa keputusan rapat bisa diambil alih pimpinan DPRD dan pimpinan Fraksi.

Mengenai surat yang ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRD Ginda Burnama, Nurul menegaskan Ketua DPRD tidak bisa menandatangani karena Ketua mengikuti sikap fraksi PKS yang menolak hasil kerja Pansus.