WALI Kota Pekanbaru, Firdaus (kanan) dan Wakil Wali Kota Ayat Cahyadi, menyaksikan secara langsung pemasangan tanda Keluarga Miskin Penerima Bantuan, Rabu, 6 Mei 2020.
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)
RIAU ONLINE, PEKANBARU-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru angkat bicara terkait kacau balaunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan oleh Walikota Pekanbaru Firdaus hingga jajaran di bawahnya.
Akibat dari kekacauan ini banyak masyarakat yang dirugikan baik secara jasmani seperti tak bisa bekerja dan tak punya penghasilan lagi, atau secara batin dimana mereka harus siap dilabeli miskin sebagai syarat menerima bantuan.
Bantuan Sosial (Bansos) dicanangkan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru kepada masyarakat yang terdampak covid-19 dalam penerapan PSBB sudah sampai kepada tahap ke II.
Data yang terkumpul dari forum RT/RW Kota Pekanbaru diperoleh sekitar 132 ribuan masyarakat pra-sejahtera. 35 Ribu KK lebih sudah masuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Data Kesejahteraan Terpadu Sosial (DTKS).
Sehingga tersisa sekitar 97.000 KK yang harus di bantu oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, akan tetapi data 97.000 tersebut dikerucutkan kembali menjadi 45.000 KK karena alasan “Validasi”.
Dalam tahap pertama, yakni pada tanggal 17-30 april 2020, ada sekitar 15.625 paket sembako yang di salurkan. Bantuan yang disalurkan mendapatkan beragam komentar dari masyarakat.
Hal ini dikarenakan lambatnya penyaluran dan ketidaksesuain data yang diberikan oleh RT/RW di Kota Pekanbaru sehingga terjadi penolakan. Perihal penolakan terhadap ketidaksuaian data salah satunya terjadi di Kelurahan Simpang Baru.
Pasalnya, dari 2.500 KK yang di usulkan oleh RT/RW dan sudah didata sesuai 13 kriteria yang di tentukan, hanya 261 KK yang diterima oleh Pemerintah Kota Pekanbaru.
Selain itu, terungkap juga bahwa bantuan tahap pertama berasal dari Jaringan Pengaman Sosial (JPS) pemerintah pusat dan bukan dari dana relokasi APBD Pekanbaru sebesar Rp.115 M.
Untuk Tahap ke II, pembagian Bansos Pemerintah Kota Pekanbaru akan memakai data dari RT/RW yang sudah di validasi oleh kelurahan dan kecamatan jumlah penerima adalah sebanyak 30 Ribu KK untuk Tahap ke 2.
Pemerintah Kota Pekanbaru mengeluarkan biaya sebesar 7.5M yaitu hanya sebesar 6.5% dari Relokasi APBD kota pekanbaru.
Selain melakukan Pembagian Bansos, Pemerintah Kota Pekanbaru melakukan “pelabelan” dengan cat semprot merah di rumah-rumah masyarakat bertuliskan “Keluarga Miskin Penerima Bantuan”.
Padahal, berdasarkan undang - undang No. 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin tidak disebutkan bahwa masyarakat penerima bantuan harus dilabel dengan kata “Miskin”, dalam pasal 10 ayat (5) menyatakan bahwa “anggota masyarakat yang tercantum dalam data terpadu sebagai fakir miskin diberikan kartu identitas”.
Pelarangan pelabelan rumah masyarakat pra-sejahtera sudah disampaikan oleh Direktur Jendral Jaminan dan Perlindungan sosial kementrian sosial Harry Hikmat pada tahun 2019, diperkuat dengan surat edaran nomor 1000/LJS/HM.01/6/2019 tanggal 18 Juni 2019.
"Pelabelan keluarga miskin justru membuat klas si miskin dan si kaya kini semakin terlihat. Diskriminasi dengan memberikan 'Stempel Masyarakat Miskin' justru menjatuhkan martabat Warga Negara Indonesia," Kepala operasional LBH Pekanbaru, Rian Sibarani.
Pelabelan dengan cat semprot merah di rumah-rumah masyarakat bertuliskan “keluarga miskin penerima bantuan” tentunya melanggar Pasal 31 ayat (1) Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu.
"Penerima bantuan dengan tulisan tersebut telah melukai dan menciderai hati masyarakat serta telah merendahkan Harkat dan Martabat setiap manusia dalam hal ini masyarakat yang tidak mampu dengan memberikan bantuan namun harus mau dilabeli sebagai masyarakat miskin," sesuai rilis yang diterima Riau Online.
Selain itu, pengecatan rumah rumah warga merupakan suatu hal yang mubajir, Pemerintah Kota Pekanbaru tentunya memiliki data setiap orang yang mendapatkan bantuan tanpa harus pelabelan rumah warga.
Pemerintah Kota Pekanbaru seharusnya sudah mengetahui identitas dan tempat tinggal warga tersebut sehingga untuk menghemat waktu, bantuan tersebut dapat langsung diserahkan.
Pemerintah tentunya juga memiliki aparat untuk mengawasi, apakah bantuannya itu tepat sasaran atau tidak. Pelabelan ini tentunya membutuhkan anggaran operasional dan anggaran pengadaan cat semprot yang tidak sedikit dan sebaiknya bisa dialokasikan untuk mensejahterakan warganya.
Sikap pemerintah yang memilih opsi pelebelan ini daripada memilih data dari RT/RW merupakan kegagalan pemerintah kota Pekanbaru dalam melaksanakan fungsi pemerintah yang tidak bisa mengakomodir fungsi pemerintah dari tingkat yang paling bawah.
Data warga miskin harusnya bisa dilakukan dengan baik ditingkat RT/RW, jika pun ada ketidak-singkronan data tersebut harusnya menjadi koreksi bagi penyelenggara negara.
Di tengah situasi pandemi ini pengawasan dan fungsi seluruh kepemerintahan harus digalakkan dengan benar dan terukur.
Permainan dalam pendataan warga miskin harusnya menjadi ajang Pemerintah Kota Pekanbaru untuk mengevaluasi kinerja penyelenggara pemerintahannya sampai tingkat yang paling rendah.Jika ada permainan dan penyaluran yang tidak tepat sasaran harus ditindak dan segera perbaiki kenerjanya.
Pembatasan sosial berskala besar tentunya menjadi tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakat adalah kewajiban negara dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Semua masyarakat terdampak, bukan hanya masyarakat yang khawatir tidak makan besok, juga ada ribuan pekerja yang saat ini sudah di PHK, sampai kapan pemerintah lambat dalam melakukan penanganan ini.
YLBHI - LBH Pekanbaru dengan ini menyatakan :
1. Bahwa adanya Covid 19 sangat mengancam perekonomian masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari;
2. Mendukung penuh upaya Pemerintah dalam melakukan pencegahan dan memutus mata rantai penyebaran virus Covid 19, dengan cara melakukan Physical Distancing, Rajin Mencuci Tangan, berkerja dari rumah, belajar dari rumah demi kesalamatan masyarakat;
3. Mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru untuk menghentikan Pelabelan rumah-rumah dan menghentikan diskriminasi;
4. Mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru untuk tidak menggunakan cara vandalism terhadap masyarakat miskin penerima bantuan;
5. Mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru untuk memperbaiki kinerja pemerintahan dalam pemenuhan kesejahteraan Masyarakat terdampak Pandemi Covid-19;
6. Mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru untuk segera menuntaskan permasalahan penerimaan bantuan sosial;
7. Mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru untuk memperhatikan terpenuhinya hak-hak setiap masyarakat terdampak Covid-19 termasuk masyarakat yang tidak dapat melakukan pekerjaannya dari rumah, ASN yang masih berkantor, Pekerja/Buruh yang masih bekerja di Kantor/Perusahaan, Pekerja/Buruh yang dirumahkan ataupun di PHK dimasa Covid-19 dan juga tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19. (Rls)