RIAUONLINE, PEKANBARU - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memastikan pihaknya akan memberikan pembelajaran kepada para kadernya yang dilantik menjadi anggota DPRD baik tingkat kabupaten maupun provinsi.
Wakil ketua DPW PPP Riau, Husaimi Hamidi, mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu semua kadernya dilantik dan selanjutnya akan menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) kepada seluruh anggota DPRD terpilih.
"Minimal satu bulan setelah dilantik, kita akan kumpulkan semuanya, akan kita beri Bimtek supaya bisa menjadi kader dan wakil rakyat yang berkualitas," kata Husaimi, Selasa, 27 Agustus 2019.
PPP, ujar Husaimi, tidak menginginkan anggota dewan dari PPP menjadi orang yang menganggap remeh pada partai sehingga nanti akan diberi penekanan dalam bimtek.
"Kita akan beri pemahaman tentang kepartaian, tentang kedewanan. Karena kan wakil rakyat itu perwakilan dari rakyat, tentu orang yang mewakili harus lebih pintar yang diwakili dan kita juga tidak mau nanti kader kita tidak berkualitas," jelasnya.
Disinggung mengenai kualitas kader periode legislatif 2014-2019, Husaimi mengaku sudah cukup bagus dan sudah baik dalam menjalankan tugas kepartaian dan juga di legislatif.
"Yang dulu sudah bagus, intinya kan etos kerja. Selain itu kita juga menekankan agar di DPRD ini jangan jadikan lapangan kerja. Saya saja kadang pulang jam 5 subuh, kalau dihitung itu kan bukan jam kerja lagi, tapi itulah bentuk pengabdian kita sebagai wakil rakyat," tuturnya.
"Sehingga kepada kader yang diberi amanah oleh rakyat, harus bisa menjaga, jangan nanti ada dewan yang tidak mau ke kantor, tidak mau ikut rapat. Kan itu merusak citra yang DPRD," tutupnya.
Sebelumnya, partai PKS dan Demokrat sudah terlebih dahulu memberi pembekalan kepada kadernya.
Ketua DPP PKS Tifatul Sembiring mengingatkan agar kadernya menjalankan tugas dewan dengan benar dan melarang kadernya untuk bermain proyek.
Sementara ketua DPD Demokrat Riau, melarang kadernya untuk menjadi anggota dewan yang menerapkan konsep 3D, Duduk, Diam dan Dengar. Bahkan Asri akan memanggil kadernya yang tidak vokal di legislatif.