Tak Hanya Gubernur Kepri, KPK Juga Ingatkan Gubernur Riau Syamsuar soal Korupsi

Basaria-KPK.jpg
(Liputan6.com)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tidak hanya memperingatkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun, untuk tidak menerima suap dan korupsi dalam pemberian izin.

Bupati Siak, ketika itu, kini menjabat Gubernur Riau, Syamsuar, juga jadi sasaran peringatan Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, bersama kepala daerah se-Sumatera saat kumpul di Batam, Kepri, Rabu, 28 November 2018 silam.

"Ada juga menempatkan orang-orangnya. Misalnya, jadi kepala dinas yang dianggap strategis, PUPR, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan. Bahkan ada juga membawa-bawa orangnya. Ini kebetulan ada contoh di sini Bupati jadi Gubernur. Saya tidak katakan di sini ini contoh ditangani KPK," kata Basaria sambil mengingatkan Bupati jadi Gubernur untuk tidak membawa orang-orangnya ke provinsi.

Nurdin Basirun ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Rabu malam, 10 Juli 2019, di Tanjungpinang, Ibukota Provinsi Kepri. Ketua DPW Nasdem Kepri tersebut ditangkap bersama dengan enam orang lainnya dan uang 6.000 Dolar Singapura atau setara dengan Rp 62,174 juta dengan kurs Rp 10.362,40.

Basaria kemudian melanjutkan pidatonya, orang dimaksud tersebut mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola, kala itu, jadi pasien KPK. Saat ia menjabat Bupati, dibawa semua kepala dinas dan satuan kerja boyongan ke provinsi kala jabat Gubernur.

"(Orangnya) saat jadi gubernur, sekarang ada di kantor saya. Ada di kantor KPK sekarang. Bukan salah orangnya dibawa, tapi karena ada kolusi telah berjalan sekian lama, ia tidak lagi memerlukan orang-orang baru," kata Basaria di Hotel Planet Holiday, Batam, saat memberikan sambutan dalam penandatangan Nota Kesepahaman tentang Layanan Penerimaan Pembayaran Pajak Daerah melalui teknologi Host to Host dan layanan Penyediaan Alat Perekaman Data Transaksi Usaha Bersama.

Syamsuar Pimpin Upacara

GUBERNUR Riau, Syamsuar. 



Bagi mantan polisi dengan pangkat dua bintang di pundak ini menjelaskan, kepala daerah tersebut jadi korupsi, ia pindahkan ke tempat baru, jadi gubernur, dengan pola sama juga. 

Jadi rasanya, kata Basaria, jadi Gubernur, Bupati, Wali Kota, ia tidak tahu. Bisa enak, ada rasa aman dan nyaman, kalau amanah itu benar dilaksanakan.

"Atau yang kedua, mungkin lupa diri, jika tidak ada kepedulian apa janji-janjiyang kita berikan. Kalau kita memberikan janji dan tidak kita penuhi pada saat kita menjabat, ini adalah utang. Kita tidak bayar sekarang, tapi mungkin bayar nanti," jelasnya mengingatkan.

Modus lain, tuturnya, adalah apa kita sebut nepotisme. Ada dalam bentuk dinasti keluarga mendudukkan orang-orangnya. Baik istrinya, anaknya, ponakannya atau siapapun orang-orang menurutnya bisa dibuat jabatan-jabatan tertentu.

"Jadi kalau sekarang ini kebetulan ada direktur-direktur bank daerah ada di sini, ini juga merupakan modus dilakukan oleh orang tertentu. Pejabat tertentu menjadi tempat makannya dengan cara mendudukkan kelompok atau keluarga atau siapapun dianggap bisa dikendalikan," kata Basaria mewanti-wanti.

Singgung Posisi Direksi Bank Riau Kepri

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan juga menyinggung posisi direksi Bank Riau Kepri masih kosong saat ini oleh pemegang saham. Pemegang saham mencoba mendudukkan orang-orangnya. Sehingga, jelasnya, di dalam proses seleksi itu diatur sedemikian rupa.

"Karena ini kebetulan kita ada sekarang di dua provinsi, Pak Irvan (Irvandi Gustari, Dirut BRK kala itu) ada di sini, ada jabatan kosong, ini biarkan dia sehat. Biarkan yang duduk orang-orang benar-benar profesional, supaya nanti hasilnya juga baik untuk pengembangan daerah," pinta Basaria.

 

Ia berharap, jangan dipaksakan orang atau keluarga atau siapapun dianggap bisa dikendalikan, dengan catatan mengharapkan sesuatu nantinya di sana.

"Bapak, ibu semuanya, kalau kita jadi Wali Kota rasanya kita sudah menjadi raja di kota kita. Seperti Pak Rudi ini (Wako Batam), Bapak sudah pasti orang terpandang di daerah Batam ini. Kalau kita jadi gubernur pastilah kita orang nomor satu di suatu provinsi menjadi panutan dan contoh untuk seluruh masyarakat," jelasnya.

Kepala daerah tersebut, ujarnya, dipilih jadi Walikota, Bupati, Gubernur dari setiap masyarakat. Besar harapan masyarakat bagaimana tingkat kehidupan mereka semakin sejahtera.

"Saya pikir tidak ada masyarakat pilih bapak dan ibu (Kepala daerah) supaya nanti korupsi, supaya Bapak menghabisi semua, itu gak ada. Pasti harapan mereka satu, bagaimana tingkat kehidupan mereka nanti bisa semakin sejahtera," pungkasnya.