Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru mengadakan diskusi menyikapi situasi politik saat ini. Dalam diskusi itu salah satu yang disorot adalah indikasi pelanggaran HAM di musim pemilu
(Riko)
Laporan: Rico Mardianto
RIAUONLINE.CO.ID, PEKANBARU - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru mengadakan diskusi menyikapi situasi politik saat ini. Dalam diskusi itu salah satu yang disorot adalah indikasi pelanggaran HAM di musim pemilu tahun ini, salah satunya pernyataan Menkopolhukam Wiranto.
Salah satu pemantik diskusi dari LBH Pekanbaru, Samuel Sandi Giardo Purba mengatakan berdasarkan pantauan LBH Pekanbaru, baik dari media maupun terjun langsung ke lapangan, telah terjadi indikasi pelanggaran HAM saat berlangsung atau pun pasca-pemilu 2019.
"Kita sudah membaca adanya pelanggaran-pelanggaran HAM. Di Riau misalnya, Organisasi Perubaham Sosial Indonesia (OPSI) Riau dituduh sebagai tempat berkumpul LGBT. Dan saat penggerebekan sekretariat OPSI dimanfaatkan oleh caleg, sebagai mengiklankan diri," ungkapnya pada diskusi bertema "Pemilu 2019 dalam Duka dan Darurat Demokrasi" dengan pembicara lainnya Auza Syaukani zufri dari Relawan Demokrasi Pemilu kota Pekanbaru dan Eko Handiko Purnomo, peserta Pemilu 2019, di sekretariat LBH Pekanbaru, Jalan Kuda Laut.
Sedangkan indikasi pelanggaran HAM di tataran nasional yaitu sikap dan pernyataan Menkopolhukam Wiranto. Yang mana Wiranto menyatakan bahwa golput adalah pidana, kemudian dia menyebut bahwa penyebaran hoaks merupakan tindakan pidana terorisme, dan terakhir, Wiranto membentuk Badan Hukum Nasional untuk penunjang pelaksanaan tugas dari Menkopolhukam.
Samuel menyebut, dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, disebutkan yang tergolong tindakan pidana adalah menghalang-halangi orang lain untuk memilih. "Tapi kalau memilih calon atau tidak itu hak kita, sah-sah saja," sebutnya.
Samuel menilai Wiranto tidak hati-hati ketika mengatakan hal itu. Padahal dengan jabatannya saat ini, itu bisa saja menjadi bentuk instruksi bagi aparat.
"Bisa saja statement dia itu sebaliknya. Dan ketiga membentuk Badan Hukum Nasional, ini bentuk ketidakpercayaan pemerintah kepada lembaga-lembaga yang sudah ada. Sebelumnya ketika ada pelanggaran itu diproses oleh lembaga yang berkompeten, kenapa mesti buat lembaga baru," kata Kadiv Sipil dan Politik LBH Pekanbaru ini.
Dan belum lama ini Wiranto mengambil kebijakan membatasi akses media sosial untuk mencegah penyebaran hoaks dan provokasi. Samuel berpendapat, sikap dan pernyataan Wiranto tersebut lebih bersifat kepentingan politik daripada berdasarkan hukum sebab semuanya terkait kontestasi politik.
"Itu (kebijakan pemerintah) sudah jelas melanggar, kita berhak mengakses informasi, tapi hanya karena kepentingam segelintir kelompok politik kita jadi korban. Ini pelanggaran hak masyarakat," tegas Samuel.