Dosen Bergelar Doktor di Unri Ini Ditahan Kejaksaan Disangkakan Korupsi

Korupsi-Ilustrasi.jpg
(LIPUTAN6.COM)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Dalam waktu dekat, dua tersangak dugaan korupsi pembangunan gedung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau akan dilimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru oleh Kejaksaan Negeri (Kejari).

Pelimpahan berkas keduanya ini dilakukan usai Kejadi Pekanbaru menyakan lengkap (P21). Tak hanya itu, kedua tersangka, satu di antaranya dosen bergelar doktor dan satu lagi konsultan, juga sudah ditahan di Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Jumat, 29 Maret 2019.

"Berkas tersangka sudah lengkap (P21). Dilanjutkan penyerahan tahap II (tersangka dan barang bukti) ke jaksa penuntut," ujar Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru, Yuriza Antoni, Minggu, 31 Maret 2019.

Dosen ditahan tersebut bernama Doktor Zulfikar Djauhari dan konsultannya, Benny Johan. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Sialang Bungkuk, Jumat, 29 Maret 2019.

Dalam proyek itu, Zulfikar, Dosen dan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai Ketua Tim Teknis Pembangunan Proyek yang dilakukan pada 2012. Sementara Benny Direktur CV Reka Cipta Konsultan.

Yuriza menyebutkan, kedua tersangka ditahan di Rutan Klas IIB, Sialang Bungkuk, Kecamatan Tenayan Raya, sebagai titipan jaksa. Penahanan akan dilakukan selama 20 hari ke depan.

Dalam perkara ini, penyidik juga menetapkan seorang tersangka lain, seorang ASN bernama Ekki Ganafi. Ia anggota Kelompok Kerja (Pokja) dalam proyek pembangunan gedung FISIP Unri.

"Untuk berkas tersangka (Ekki Ganafi) belum lengkap. Berkasnya kami kembalikan ke penyidik karena ada petunjuk Jaksa belum dipenuhi," tutur Yuriza.



Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sebelumnya, dalam perkara ini telah menjerat eks Pembantu Dekan II FISIP Unri, Heri Suryadi dan rekanan proyek, Siswandi. Heri dan Suwandi telah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan hukuman masing-masing 2 tahun dan 3 tahun penjara.

Heri juga dalam kasus lainnya, juga ditahan di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, usai terbukti bersalah dalam kasus korupsi di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH).

Kasus korupsi ini terungkap usai ia tak lagi menjabat sebagai Pembantu Dekan di FISIP Unri, pindah dan jabat Wakil Rektor di UMRAH.

Selain penjara, kedua terdakwa juga dihukum membayar denda masing-masing Rp50 juta atau subsider 3 bulan penjara.

Hanya saja, Ruswandi yang merupakan PT Waskita Karya (WK) selaku Komisaris PT Usaha Kita Abadi yang mengerjakan proyek dihukum membayar kerugian negara Rp940.245.271,82 atau penjara selama 6 bulan.

Penyimpangan pada proyek pembangunan gedung Fisipol Unri terjadi pada 2012 lalu dan gagal hingga dua kali. Akibatnya, panitia lelang melakukan penunjukkan langsung untuk menentukan pelaksana kegiatan.

Sesuai aturan, proyek hanya boleh dikerjakan oleh peserta lelang yang telah mendaftar karena dalam pendaftaran, peserta pastinya membuat surat keterangan penyanggupan. Namun oleh panitia lelang dipilihlah rekanan yang tidak sama sekali mendaftar.

Bahkan, proses penunjukkan tersebut dilakukan oleh panitia lelang bersama ketua tim teknis kegiatan. Kontrak kerja ditandatangani oleh direktur rekanan yang diduga dipalsukan di depan panitia lelang.

Dalam pengerjaannya, pada akhir Desember 2012 pekerjaan hanya selesai 60 persen tapi anggaran tetap dicairkan 100 persen. Jaksa menduga, ada kongkalikong antara tim teknis yang menyatakan kalau pengerjaan sudah 100 persen.

Meskipun bermasalah, perusahaan rekanan tidak diblacklist oleh panitia dan juga tidak dikenakan denda. Menurut aturan, besaran denda adalah 5 persen dari total anggaran yang diyakini sebesar Rp 9 miliar yang bersumber dari APBN Perubahan tahun 2012.

Hingga akhirnya, berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, tindakan itu mengakibatkan kerugian negara Rp940.245.271,82. Uang itu tidak bisa dipertanggungjawabkan terdakwa.