Esksotiknya Ekowisata Kawasan Rimbang Baling

dermaga-Gajah-bertalut.jpg
(Ist)

Laporan: Imelda Vinolia 

 

RIAUONLINE, PEKANBARU - Siapa yang menyangka Riau yang dianggap memiliki hawa panas yang dikenal dengan kawasan pertambangan minyak dan salah satu wilayah perkebunan sawit ini yang luas di Indonesia ini, ternyata memiliki potensi alam natural yang kelembaban alamnya sangat diidamkan banyak orang di dunia, yakni  kawasan pesona Bukit Rimbang Bukit Baling yang sebagian besar berada di Riau dan sedikit di Sumatera Barat, memiliki hamparan hutan daratan rendah dan gugus  perbukitan yang tersusun berselingan mengikuti alur sungai baik ke hulu maupun ke hilir Sungai Subayang.

 

Hasil dari rangkain program pelatihan Citizen Journalism (CJ) atau Jurnalis Warga (JW) yang diselenggrakan Alinasi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pekanbaru bersama World Resource Institute (WRI) Perwakilan Riau, diakhiri dengan fiel trip Goes To Kampoeng, yang pada akhirnya lebih tahu bahwa Riau memiliki Banyak Objek wisata alam yang sangat menakjubkan. Masih banyak, desa-desa yang eksotis yang berada di jantung hutan alam yang kurang terekspos ke dunia luar. Saat ini, Dinas Pariwisata Riau dalam mengembangkan Pariwisata Daerah menjadikan Desa-desa yang dulunya tidak banyak dikenal khalayak ramai menjadi viral dan terkenal, salah satunya adalah Kampar Kiri, kawasan Bukit Rimbang, Bukit Baling ini.

 

Kampar Kiri Hulu adalah Jantung dari ke eksotisan alam yang begitu elok dan mempesona. Kampar Kiri Hulu yang terdiri dari 24 desa dan bisa dilalui dengan dua jalur menuju desa-desanya. Pertama jalur sungai dengan  dua sungai pula yang bisa di jelajahi dan membawa kita ke desa-desa di jantung hutan, dan satu jalan darat ke 7 desa lainnya.

 

Desa yang Eksotis dengan banyak tempat yang indah  bisa dicapai hanya dengan  jalur sungai yang menuju desa-desa yang berada di jantung Hutan yang bernama Bukit Rimbang Bukit Baling tersebut, dimana hutan Rimbang Baling ini berupa Suaka Marga Satwa. Dua sungai yang bisa kita susuri  bernama, Sungai Subayang dan Sungai Bio, Sungai Subayang membelah Hutan Alam Suaka Margastwa (SM) Rimbang Baling dengan 8 desa yang berada di sungai Subayang. Perngalaman Team Aliansi Jurnalistik Independen membawa peserta jurnalis warga (Citizen Journalism) baru-baru ini, makin memantapkan bahwa betapa besarnya tanggungjawab kita bersama untuk menjaga kawasan eksotik hutan alam tersebut. Sebab, kawasan ini adalah Kawasan Laboratorium Air Dunia. Untuk mencapai kawasan laboratorium air dunia ini, kita akan menapaki 8 desa penting di sepanjang bantaran Sungai Subayang.

 

Menuju kawasan Rimba Baling ini memerlukan kesabaran perjalanan namun mengasyikkan. Berangkat dengan rental mobil dari Kota Pekanbaru memerlukan waktu selama dua jam sampai ke Gema, dimana ada dermaga kecil tempat menaiki piau (sejenis sampan tradisional bermesin Robin atau Jhonson).Merental dua mobil sejenis Avanza dan Xenia dengan merogoh kocek senilai Rp 500.000 per hari per mobil, maka perjalanan lebih bebas, karena untuk mencapai Gema kita tidak memerlukan kecepatan yang terburu-buru.Dan dapat menikmati perjalanan melalui jalan lintas barat Sumatera, sehingga kita bisa melihat kota-kota kecil di sepanjang jalan lintas barat tersebut.

 

Kira-kira setengah jam jarak tempuh dari Simpang Kuntu, menuju Kawasan Rimba Baling kita akan jumpai Desa pertama, yakni,Desa Gema, maka kita akan sampai ke dermaga Gema. Konon wilayah ini adalah wilayah kekhalifahan Kuntu yang dulunya sangat terkenal. Terlihat diantara hutan karet sepanjang jalan Desa Gema cukup maju, Terbukti dengan cukup mapannya bangunan rumah-rumah penduduk sepanjang jalan Kunto ke Gema.Sementara sampai di Gema, sembari beristirahat kami makan siang sekitar pukul 13.00 WIB, kami singgah di rumah makan  dengan bagunan setengah papan. Restoran sederahana ini,tepat berlokasi dekat dengan mulut dermaga diman kita menaiki piau (sampan traditional). Dengan makan sederhana masakan masyarakat setempat, kami pun cukup puas. Harga makan siang dengan rombongan dua mobil plus 6  orang teman yang menyambut kami, budget yang kami keluarkan lebih kurang hanya Rp 400.000.

Usai itu, dengan merental dua piau PP per hari Rp (750 ribu rupiah per piau per trip per hari), kami pun berangkat melalui dermaga Gema. Yang satu bermesin Jhonson dan yang satu lagi bermesin Robin.Piau dengan mesing Jhonson agak lebih besar, bisa memuat hingga 8 orang, namun piau kecil hanya bisa muat 4 orang saja.

 

Desa Gema Merupakan Pintu Gerbang untuk menuju desa-desa di sepanjang Sungai Subayang dan Batang Bio.Dengan mulai menaiki piau dan perlengkapan jaket pengaman dan juga membawa jas hujan jika diwanti-wanti adanya hujan, maka perjalanan dimulai dengan lebih mengasyikkan. Karena sudah memasuki kawasan terpencil yang tidak bisa dilalui tapak jalan darat.

 

Menyusuri Sungai Subayang dengan piau sambil menikmati pesona alam perbukitan pun dimulai dari titik Desa Gema ini. Beberapa menit melesap dari dermaga, kami pun mengeluarkan perlengkapan topi, kaca mata untuk bisa melihat leluasa dengan rayben hitam, maka pesona alam hutan Rimba Baling pun dimulai. Selain itu, teman-teman mengeluarkan kamera dan memulai pembuatan video Field Trip Goes To Kampoeng team AJI, dan Jurnalis Warga didampingi WRI. Wow, luar biasa pesona yang tampak dimulai dari gema tersebut dan mulai seru.Koordinator lapangan dari WRI Julius Lawa yang menyambut kami di Gema, tampak asyik dengan arahan kameranya meng klik, kliksetipa penyusuran yangkami lalui.

 

Meski baru pertama kali naik piau saya berusaha untuk cepat tanggap beradaptasi dengan sampan yang lebarnya sangat terbatas tersebut. Saya bangga bisa beradaptasi dengan cepat. Andrenalinkita disini cukup diuji coba untuk biasa menghadapi peralatan sampan yang sederhana. Travel yang sederhana dan mengingatkan kita nenek moyang menggunakan sampan untuk merambah kehidupan sungai dan belantara.

 

Sedang disisi lain, penggunaan hand phone juga sangat terbatas karena tidak ada signal, dan kita juga memasuki kawasan yang memiliki listrik terbatas karena masyarakat hanya menggunakan tenaga surya yang pengunaannya juga maksimum 4-5 jam di malam hari. Perjalanan ini pun akhirnya masuk ke Desa  kedua ,yakni Desa Tanjung Belit , setelah Gema, untuk menuju desa ini dapat dilalui dengan menggunakan dua jalur, yaitu darat dan sungai, di Desa Tanjung Belit ini kita disuguhkan keindahan alam dan disini juga terdapat objek wisata air terjun bernama Air Terjun Batu Dinding.

 

Selama perjalanan, tampak juga beberapa burung yang tidak kita lihat di kota dan biawak yang ukurannya cukup besar merayap diantara semak dan kayu yang rendah rantingnya ke sungai, serta  ada yang berjalan di pinggiran bantaran sungai.

 

Kemudian desa ketiga yakni, Desa Muaro Bio, merupakan desa yang berada di dalam Kenegerian Batu Songgan yang mana di dalam Kenegerian Batu songgan terdapat dua desa yaitu Desa Muaro Bio dan Desa Batu Songgan. Desa Muaro Bio dapat di tempuh dengan menggunakan perahu motor Robin atapun Jhonson dengan jarak tempuh sekitar 15 menit perjalanan. Di desa ini kita disajikan oleh keasrian alami, dan  menikmati gugusan bukit barisan.

 

Sedangkan menit berikutnya desa keempat, kita akan menjumpai Desa Batu Songgan, yakni Desa Desa Batu Songgan merupakan desa yang berada dalam Kekhalifahan Batu Songgan. Kekhalifahan Batu Songgan terdiri dari 6 Kenegerian dan alah satunya adalah Kenegerian Batu Songgan. Menurutnya sejarahnya, selain keindahan alamnya yang sangat menakjubkan,  adatnya yang kuat menjadi cerita menarik untuk kita pelajari.

 



Desa Tanjung Beringin, desa kelima yang berada di Sungai Subayang.Desa Tanjung Beringin berada di dalam Kenegerian Miring yang saat ini berganti nama dengan Kenegerian Malako Kociak, sejak dilantiknya kembali raja Gunung Shalian Desa Tanjung Beringin juga tidak kalah indahnya sepanjang perjalanan menuju desa ini kita akan di sajikan jeram-jeram kecil yang membuat adrenalin bergelolara, agak merasa sedang mengarungi arum jeram.

 

Desa keenam pun kita jumpai yakni, Desa Gajah Bertalut, dimana Desa ini akan menjadi tempat persinggahan Field Trip Goes To Kampoeng. Desa Gajah Bertalut Berada di dalam Kenegerian Gajah Bertalut yang mana  desa ini tidak kalah indahnya dengan desa-desa yang telah kita ulas.

 

Sementara setelah Desa gajah Bertalut, kita akan menjumpai Desa Aur Kuning yang berada di dalam Kenegerian Aur Kuning dan desa ini Aur Kuning ini di apit oleh dua sungai salah satunya adalah sungai Subyang dan Sungai Biaweik.

 

Desa berikutnya, Desa Terusan, Desa Terusan Berada di Kengerian Terusan  Ke khalifahan Batu Songgan, Kecamatan Kapar Kiri Hulu. dan Desa Terusan Berada di Hulu Sungai Subayang setelah Desa Aur Kuning.

 

Akhirnya usai Desa Terusan maka Desa Subayang Jaya dan Desa Pangkalan Serai, dimana kedua Desa ini berada dalam satu Kenegerian, yaitu Kenegerian Pangkapan Serai Kecamatan Kampar Kiri Hulu dan berada di ujung hulu Sungai Subayang.

 

Kebanggaan Bangsa Sebagai Laboratorium Air Dunia

 

Peran penting sungai bagi kehidupan sejak dahulu kala hingga sekarang sangat erat, tak hanya bagi manusia namun juga bagi makhluk lain yang hidup di sungai itu sendiri maupun daratan sekitarnya. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai, pastilah kelangsungan dan kesejahteraan hidup mereka bergantung pada sungai. Tak hanya sebagai alat transportasi, tetapi juga mengandalkan sungai sebagai sumber ekonomi.

 

Namun pengembangan pembangunan di sekitar hutan yang tidak memperhatikan kawasan tangkapan air membuat ekosistem sungai terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya erosi, sedimentasi dan pencemaran.

 

Menurut Kepala Dinas Pariwsata Provinsi Riau Fahmizal Usman, dalam Forum Journalist Woman Workshop, baru-baru ini  menjawab pertanyaan jurnalis menjelaskan permasalah kawasan Rimba Baling, bahwa kawasan SM Rimbang Baling merupakan kawasan kebangggan bangsa Indonesia, karena dijadikan sebaai kawasan Laboratium Air Dunia.

 

Sehingga Hutan Bukit Rimbang Bukit Baling memiliki fungsi ekologis sebagai penyangga kehidupan di Sumatera Tengah dengan mengatur tata air, penyuplai O2 serta habitat berbagai flora dan fauna langka. Kawasan ini juga merupakan hulu dan daerah tangkapan air berbagai sungai besar di Sumatera.

 

Ia jelaskan lagi, ini ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa (SM) berdasarkan SK Gubernur Riau No.149/V/1982, karena menjadi rumah bagi berbagai spesies, yang beberapa diantaranya berstatus terancam. Beberapa spesies sempat dijumpai mahasiswa dan dosen Fakultas Biologi, Universitas Nasional (Unas) Jakarta, dalam Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di SM Rimbang Baling, belum lama ini.

 

Sedangkan, konsep kelangkaan air mungkin juga merujuk pada kesulitan dalam memperoleh sumber air bersih dan memburuknya dan menipisnya sumber air yang tersedia. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kelangkaan air adalah perubahan iklim, penggunaan air yang berlebihan, dan peningkatan polusi . Banyak daerah di seluruh dunia dipengaruhi oleh fenomena ini, dan sekitar 2,7 miliar orang mengalami kelangkaan air setiap tahun.

 

Menurut ScienceDaily  Kelangkaan air adalah kurangnya sumber daya air yang cukup untuk memenuhi tuntutan penggunaan air di suatu daerah. Itu sudah mempengaruhi setiap benua dan sekitar 2,8 miliar orang di seluruh dunia setidaknya satu bulan dari setiap tahun.

 

Sedangkan mengutip Living Planet Report (LPR) yang dikeluarkan WWF di tahun 2014 menunjukkan Living Planet Index (LPI) untuk air tawar menurun, secara signifikan sebesar 76% terhitung dari tahun 1970 – 2010. Hal ini berdampak kepada kematian 5 juta orang karena penyakit yang ditularkan melalui air setiap tahun. Di Indonesia sendiri beberapa pulau sudah mengalami defisit air, diantaranya pulau Jawa, Sulawesi, Bali, dan NTT. Nah, ujar Fahmi, meski Sumatera masih memiliki surplus air tawar, namun saat ini keberadaan sumber-sumber air tawar tersebut terancam pencemaran yang diakibatkan aktivitas-aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti pertambangan, pembuangan limbah industri, limbah rumah tangga, dan aktivitas-aktivitas sosial lainnya. Fakta-fakta diatas mendasari pemerintah juga mendukung kawasan Rimba Baling dijadikan kawasan Sumber Air Dunia.

Devy Suradji, Direktur Marketing WWF-Indonesia mengungkapkan HSBC merupakan mitra WWF di berbagai belahan dunia, dan berbagi visi serta misi untuk melakukan upaya-upaya positif bagi masyarakat dunia.  Adanya program Freshwater bersama HSBC di Rimbang Baling yang kemudian diwujudkan dalam Laboratorium Air di Bumi Panda, akan menjadi wadah keingintahuan masyarakat khususnya anak-anak akan pentingnya air dan kondisi air saat ini serta kaitannya antara air untuk kehidupan dan keseimbangan ekosistem. Laboratorium Air ini juga menjadi sinergi serta  kolaborasi antara masyarakat di kawasan Rimbang Baling dengan masyarakat perkotaan di dalam melakukan upaya untuk melindungi sumber-sumber air tawar kita yang hanya 3% dari keseluruhan  jumlah air didunia.

Sementara itu, itu ujar Fahmi lagi,Air akan menjadi salah satu sumber daya terpenting di dunia yang perlu dilindungi dalam 20-30 tahun ke depan. Saya bangga Water Programme telah membawa perubahan bagi banyak kehidupan di dunia, ada di mulai dari Kampar ini. 

Inisiatif Laboratorium Air ini merupakan bagian dari program besar pelestarian air dan sungai yang dipusatkan di kawasan Rimbang Baling, Riau. Rimbang Baling merupakan salah satu kawasan yang menjadi kunci keberlanjutan ekosistem di masa depan bagi Pulau Sumatera. Beragam kearifan lokal untuk menjaga air telah dimiliki oleh masyarakat setempat, namun sayangnya mulai mendapatkan ancaman gangguan kawasan dengan adanya konversi lahan menjadi perkebunan sawit dan berbagai usaha pertambangan ilegal.

 

Hal ini yang menjadi sorotan berbagai LSM dan juga pemerintah setempat dan juga provinsi untuk mulai melakukan upaya proteksi sumber air di area tersebut melalui pendekatan kepada masyarakat agar bersama-sama mempertahankan kawasan Rimbang Baling agar tetap lestari.

 

Untuk itu, menurut Fahmi Usman, untuk mencegah kerusakan alam dan kesediaan air di dunia, maka kawasan Rimba Baling tidak bisa dijadikan kawasan wisata umum. Namun kedepannya, untuk kawasan ini  lebih cenderung memakai konsep sustainability tourism atau  Eco Tourism atau wisata khusus bagi para peminat lingkungan atau penelitian.
 

Air Terjun Terusan yang Menghipnotis

 

Salah satu kunjungan kami ke kawasan Rimba Baling selain ke Gajah Bertalut yang terkenal dengan hutan adat atau tanah adatnya sebesar 1414 han yang sudah diterima SK dari menteri untuk dikelola masyarakat,  adalah menyusuri air terjun Terusan yang terdapat di Desa Terusan.Team menginap di Desa Gajah Bertalut, setelah 1,5 jam perjalanan menyusuri Sungai Subayang dari pangkalan yakni Desa Gema. Sehari setelah sampai kami beramah tamah dengan tokoh dan warga setempat.

 

Usai itu, keesokan harinya kami menuju Desa Terusan, dengan sampan atau piau yang dirental sebanyak dua buah dengan nilai per hari (Rp 350 ribu). Di Desa Terusan kami menambatkan sampan, tepat di gudang seorang bapak pembuat kapal. Beramah tamah dan melakukan wawancara, sekitar 20 menit, kami pun singgah istirahat di rumah salah satu warga Desa Terusan yang juga peserta Jurnalis Warga Junaida yang diadakan AJI Kota Pekanbaru awal November 2018 lalu. Di rumah ini kami dijamu makan goreng dan rujak serta minum sirup dingin. Usai ini itu, barulah adventure yang lebih seru kami mulai lagi, yakni, menyusuri air terjun Terusan yang terkenal landai dan bersih yang dipenuhi mata air perbukitan yang bersebelahan dengan Sumbar.

 

Sekitar, hampir 1 jam kami berjalan memasuki anak sungai kecil Subayang di Terusan. Sungai kecil yang hulunya adalah air terjun Terusan sumber air minum warga yang dipipakan ini, terdapat di hulu dengan relief landai dan jarang dirambah oleh orang luar ataupun warga sendiri.Terbukti Junaida (25th)yang warga setempat baru dua kali  mengatakan bahwa ia baru kedua kalinya datang ke air terjun tersebut."kami baru kedua kalinya datang ke sini, karena menuju kesini sulit dan jauh,"ujarnya.

 

Banyak rintangan yang kami lalui, karena relief dan bebatuan yang naik turun. Sepanjang jalan kami jumpai burung-burung warna warni, salah satunya love  bird. Menurut Junaida jenis berung berwarna tersebut dapat dibeli sekitar 30 sampai 60 ribu, dari warga yang menangkapnya dari hutan.

 

Sekitar hampir 1 jam kami sampai di hulu air terjun. Rasa terhipnotis kami melihat keindahan mata air sekitar hulu yang mengalir dengan bersih. Junaida menjelaskan bahwa  air tersebut, boleh diminum langsung, karena masih murni dari perbukitan yang tidak terkontaminasi oleh limbah apapun. Dengan tak sabar kami pun naik keatas dan mengambil foto di berbagai fenomena dan pemandangan alam sekitar air terjun. Sementara, beberapa teman saya, dan koordinator lapangan WRI sudah tidak tahan membuka bajunya dan duduk di air terjun sehingga  hempasan terjunan air menimpa kepala merek,a tepat sekali di tengah lebar air terjun tersebut, sambil berteriak merasakan sensasi pijatan jatuhan air ke tubuh mereka.

 

Suasana air terjun yang natural, terlihat pipa besar dialirkan di sepanjang sungai Terusan tersebut, untuk dialirkan ke warga sekitar sebagai sumber air minum dan kebutuhan lainnya.

 

Menurut Junaida dan warga setempat yang menemani kami ke air terjun, sekitar desa hingga ke hulu Sungai Subayang banyak ditemukan air terjun. Wow, betapa indahnya kawasan Rimba Baling ternyata tidak hanya sebagai kawasan SM saja, tetapi pesona daya tarik airnya yang masih murni dan dijadikan sumber air minum yang sulit didapatkan dilokasi lainnya terutama di Riau. Selain itu, kawasan hulu Subayang ini terkenal dengan kawasan lubuk larangan. Warga atau orang luar tidak boleh memancing tanpa waktu yang dibolehkan.

 

Jika terjadi pemancingan atau penangkapan ikan diam-diam, maka orang tersebut akan sakit. Untuk itu batas Lubuk larang terlihat dibatasi tali di sepanjang penyusuran Sungai Subayang. Sedangkan makin ke hulu Sungai Subayang tampak jernih dan hijau kebirua-biruan di bawah sinar matahari. Terutama di musim kemarau, air tampak tembus ke dasar dan ikan sungai (ikan pantau) pun tampak berenang di bawah matahari di dasar sungai. Ini adalah salah satu fenomena menakjubkan yang juga tidak dapat dirasakan di sungai-sungai lainnya, yang cenderung airnya butek atau coklat seperti air gambut.

 

Kawasan air terjun Terusan ini sangat menghinoptis sekali. Terbukti dengan berlama-lama nya kami di sana, dan seperti tidak mau pulang. Hanya ingin menikmati alam sekitar yang jarang kita jumpai di kota. Ryan dari Tempo tampak duduk dan tiba-tiba hilang dari permukaaan, karena menyelam, dengan wajah bahagia tidak terkatakan lagi jika diungkapkan dengan kalimat verbal. Demikian juga teman-teman saya yang lain bergantian naik keatas dan mandi tepat di jatuhan air terjun terusan tersebut.

 

Sementara pihak WRI Julius Lawa mengatakan senada dengan Fahmi, bahwa kawasan Rimba Baling memiliki potensi wisata khusus. Sebab, kawasan SM tidak mungkin dibangun sebagai kawasan wisata biasa. Karena, untuk menjaga ekosistem dan kelestarian hutan di dalamnya agar tidak rusak, kawasan wisata yang dibangun hanya eko wisata, dengan sistem transportasi satu-satunya hanya lewat air. Sebab, jika dibangun jalan melalui darat, maka diyakini kelestarian hutan Rimba Baling dan seisinya tidak lagi bisa terjamin. Sedangkan ekowisata salah satu cara untuk membantu ekonomi masyarakat setempat, agar tidak menebang hutan secara sembarangan.

 

Sementara ini, pihak WRI membantu membangun rumah pohon tempat diskusi para pengujung wisata khusus yang datang yang terdapat di Kota Tonga. Meski belum selesai, rumah tersebut sudah layak dijadikan tempat singgah, dan sebelum sampai ke Gajah bertalut sebelumnya, kami sempatkan singgah di Pondok yang didiami Julisu ini. Jika mau datang ke sekitar Subayang anda bisa berkoordinasi dengan pihak WRI. Mudah-mudahan permintaan anda akomodir oleh WRI, asal untuk tujuan dengan tetap menjaga kelestarian alam dan merasakan sensasi kawasan Rimba Baling.***