LAHAN gambut di Desa Mekar Sari, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, hangus terbakar, Jumat, 3 Juni 2016. Kebakaran ini sudah dua hari terjadi dan warga berusaha semampu mereka memadamkan, namun tak berhasil.
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Dalam mendukung program 3R Badan Restorasi Gambut (BRG), sejumlah LSM membentuk 3 konsersium guna menanggulangi kebakaran di wilayah Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Siak, Sungai Kampar. Konsersium yang dimaksud yakni Konsorsium Yayasan Mitra Insani (YMI), Konsorsium Yayasan Elang dan Riau Women Working Group (RWWG).
Menurut Project Team Leader Of UKCCU Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Eko Patrianto, lahan gambut di Riau merupakan lahan terbesar yang ada di Indonesia. Luasnya mencapai 39 juta hektar.
Untuk itu, dikatakan Eko perlu adanya sinergitas antar pihak yang berkomitmen untuk merestorasi gambut. ICCTF sendiri merupakan lembaga wali amanat dana perwakilan perubahan iklim Indonesia yang berada di bawah Direktorat Lingkungan Hidup (LHK) Bapenas.
“Kami belajar dari penglaman kebakaran hutan di 2015. Kemudian bersama-sama berkomitmen untuk merestorasi gambut serta melakukan pencegahan kebakaran sesuai dengan program 3R nya BRG. Karena hal itu, dibuatlah program tata kelola hutan dan lahan gambut untuk mengurangi emisi di Indonesia (TEGAK),” katanya di Ballroom Hotel Mempura, Siak, Rabu 12 September 2018.
Program ini akan berkontribusi untuk merestorasi 2.000 hektar KHG prioritas BRG. Program ini juga akan mengurangi emisi sebesar 352.320 t CO2 dari pencegahan terjadnya kebakaran lahan dan 2.712.130 t CO2 dari pencegahan pengeringan gambut dan konservasi hutan gambut menjadi sawit.
Program Tegak yang berada di KHG Sungai Siak Sungai Kampar dan KHG Sungai Kampar Sungai Gaung merupakan bagian landscape Semenanjung Kampar dan Kerumutan. Wilayah ini juga merupakan kawasan ekosistem lahan gambut dengan luasan sekitar 1.200.000 hektar. Dalam kawasan ini terdapat beberapa wilayah konservasi penting seperti Taman Nasional Zamrud, Suaka Margasatwa (SM) Tasik Metas, SM Tasik Besar Serkap, SM Belat dan SM Kerumutan.
“Di sana banyak sekali kubah-kubah gambut dan itu harus dijaga. Kebakaran selama ini terjadi karena air yang ada di kubah itu mengalir ke laut. Kita jaga ekosistem gambut, agar air itu tetap terjaga. Kalau itu tetap terjaga, maka kubah-kubah gambut itu terhindar dari terbakar. Karena kalau kebakaran terjadi otomatis produktivitas masyarakat akan turun, ekonomi turun,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya juga turut memberdayakan masyarakat dalam melakukan peningkatan ekonomi. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melakukan penanaman nenas dan kelapa. Hal ini dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah.
“Ke depannya kami juga akan berkolaborasi dengan perusahaan swasta yang akan melakukan ekspor ke 23 negara. Ekapornya berupa produk organik dari dua produk itu. Program ini akan kami usahakan berlanjut terus sampai ekonomi masyarakat meningkat,” ucap Eko.
Secara ekonomi, lanjut Eko, perekonomian masyarakat di kawasan KGH Sungai Siak Sungai Kampar sudah bisa hidup, namun belum dapat dikatakan layak.
“Kalau dikatakan layak kami belum tahu,” pungkasnya.
Hal senada disampaikan oleh Bupati Siak, Syamsuar. Ia menyebutkan Siak yang hampir 70 persen adalah lahan gambut, telah mendapat 4000 hektar lahan dari program TORA yang dilaksanakan oleh presiden. Lahan tersebut diberikan kepada masyarakat sebanyak 4000 Kepala Keluarga (KK).
“Kami sudah dapat lahan yang diarahkan presiden dalam program TORA. Rencananya, ke depan sesuai dengan musyaarah dengan kepala desa, kami sepakat untuk menanam kelapa dan nenas. Mudah-mudahan BRG bisa membantu kami dalam menjalin sinergitas dengan bank-bank agar dapat memberikan bunga yang rendah,” tutupnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id