RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tidak pernah terbayang oleh Alzami, kalau upayanya mengelola perkebunan milik keluarga akan berakhir ke jalur hukum. Dia dilaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan dan pencurian alat berat dan ditetapkan sebagai tersangka.
Tidak terima, Alzami mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polda Riau ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Saat ini proses persidangan antara dirinya selaku pemohon dan Polda Riau sebagai termohon masih bergulir.
Tujuh orang saksi didatangkan kuasa hukum pemohon dalam persidangan. Mereka adalah saksi ahli Nurul Huda, ibu pemohon, Zawyah, anak pertama Zawyah, Syamsuri, anak keempat Zawyah, Rusnarwati, Nurhamidah, pekerja kebun Zulkifli dan Ijeb.
Alzami dilaporkan abang kandungnya, Aznur Affandi, ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau atas tuduhan melakukan penggelapan alat berat. Aznur menyebutkan alat berat itu adalah milik pribadinya.
Dalam kesaksiannya, Zawyah menyebutkan, alat berat itu adalah milik keluarga. Dia tidak mengizinkan Aznur yang merupakan anak ketiganya mengambil alat berat itu dari kebun keluarga di Desa Ujung Tanjung, Kabupaten Rokan Hilir.
"Itu harta keluarga karena dikelola oleh keluarga," kata Zawyah dan Rusnarwati di hadapan hakim tunggal Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riska Widiana, Senin, 14 Mei 2018, sore.
Menurut saksi, Aznur menyatakan alat itu dibeli mengatasnamakan anaknya Silvia Nora. "Kami tidak tahu kalau Silvia yang mengakatkreditkan ekskavator itu. Selama ini yang kami tahu itu milik keluarga," kata Rusnarwati.
Dijelaskan Zawyah dan Rusnarwati, alat berat itu dibeli pada 2009 lalu. Sebelum dibeli, terlebih dahulu dilakukan musyawarah dengan keluarga.
"Aznur mengatakan, kita butuh alat berat untuk mengelola kebun. Disetujui, akhirnya Aznur pergi membeli," kata saksi.
Tidak hanya alat berat, pembelian aset lainnya juga dilakukan secara musyawarah. Setelah dibeli Aznur, bukti-bukti pembelian dipegang olehnya. "Karena kita kan satu keluarga, maka dipercayakan kepadanya," kata Rusnarwati
Dijelaskan ibu dan anak ini, Aznur memang dipercaya keluarga mengelola keuangan perusahaan dari hasil kebun. Sementara pengelola di lapangan adalah Alzami yang merupakan anak kelima Zawyah.
Selama ini, kata Rusnarwati, tidak ada masalah dalam pengelolaan keuangan maupun perkebunan. Aznur juga tidak pernah mempermasalahkan kalau dirinya pemilik alat berat tersebut.
Namun pada Agustus 2017, Aznur datang dan menyebutkan semua harta adalah miliknya. "Dia bilang semua milik dia, termasuk rumah mamak. Dia menyebutkan hanya ada tiga item yang dimiliki keluarga " kata Rusnarwati.
Saat alat berat ingin diambil Aznur di perkebunan, Zawyah juga ada di lokasi dan melarang. "Saya larang karena itu adalah harta saya dan keluarga, peninggalan dari suami saya," kata Zawyah.
Sementara itu, saksi Zulkifli menyatakan dia pernah bekerja di perusahan milik orang tua pemohon, Affandi Tungkang. Dia mengetahui kalau gudang, isinya dan perkebunan adalah milik keluarga.
"Setahu saya alat berat itu milik keluarga besar almarhum Affandi Tungkang saat bekerja di sana, saya pernah lihat berkas kalau perusahaan itu direktur utamanya, H Affandi Tungkang," kata Zulkifli.
Zukifli menyebutkan pada Desember 2017, dirinya dibawa Aznur ke Pekanbaru. Dia dipertemukan dengan pengacara Aznur dan selanjutnya dibawa ke Polda Riau untuk diperiksa.
"Saat diperiksa, Pak Aznur persis berdiri di belakang saya. Saat itu, saya sebutkan kalau alat berat adalah milik keluarga besar Affandi Tungkang. Kayaknya Pak Aznur tidak terima dan menyebut itu miliknya karena masih muda saya ketakutan," kata pria berusia 19 tahun ini.
Kuasa hukum pemohon, Aditia Bagus Santoso dan rekan menyebutkan kasus ini adalah masalah keluarga. Tidak seharusnya perkara ini ditingkatkan ke penyidikan.
"Kalau dilihat dari kejadian perkara seharusnya kasus ini tidak naik (penyidikan) ke tindak pidana tetapi ke perdata. Perkara bisa diselesaikan secara kekeluargaan karena tidak hanya melibatkan korban (Alzami) tapi juga saudara dan orangtua kandungnya," kata Aditia.
Aznur melaporkan Alzami ke Polda Riau pada Desember 2017. Hanya dalam waktu dua bulan, yakni pada akhir Februari 2018, dia ditetapkan sebagai tersangka dugaan penggelapan dan pencurian dengan kekerasan.
"Kita melihat ada kejanggalan dalam penanganan perkara ini karena itu mengajukan praperadilan terhadap Polda Riau (termohon). Untuk itu, kita berharap hakim menyatakan penetapan tersangka tidak sah," harap Aditia. (***)
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id