RIAU ONLINE, PEKANBARU - Eks Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau, Dwi Agus Sumarno, duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu, 24 April 2018. Dwi diadili terkait dugaan korupsi proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) Tunjuk Ajar Integritas.
Menantu mantan Gubernur Riau, Annas Maamun itu diadili bersama terdakwa Yuliana J Baskoro dan Rinaldo Mugni. Yuliana merupakan rekanan proyek yang meminjam PT Bumi Riau Lestari sedangkan Rinaldi adalah konsultan pengawasan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hendra Fajar Arifin, Prawira Negara Putra dan Puji, dalam dakwaannya menyebutkan, perbuatan ketiga terdakwa terjadi pada Juli hingga Desember 2016 lalu. Pada medio Juli, terdakwa Yuliana mendatangi rumah Dwi Agus Sumarno untuk meminta restu agar diizinkan ikut proyek di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Ciptada Riau
Permintaan itu disetujui oleh Dwi dan dia berjanji akan membantu perusahaan Yuliana. Selanjutnya Dwi memerintah Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) Yusrizal agar memberikan proyek kepada Yuliana.
Saksi Yusrizal menetapkan dokumen jasa kontruksi yang memuat kerangka acuan proyek. Selanjutnya, Yuliana diberikan proyek arsitektur RTH Tunjuk Ajar Integritas.
JPU menyatakan, perbuatan terdakwa Dwi Agus Sumarno memerintahkan anak buahnya memberikan proyek kepada Yuliana menyalahi peraturan pemerintah tentang pengadaan barang dan jasa. "Seharusnya proyek diberikan dengan persaingan sehat, secara lelang," kata JPU.
Dari proyek yang didapat, Yuliana menjanjikan memberikan fee sebesar 1 persen. Dwi memerintahkan anak buahnya menanyakan fee tersebut dan Yuliana memberikan sebesar Rp80 juta lebih untuk Dwi.
Dalam pelaksanaan proyek, terdakwa Rinaldi selaku konsultan tidak melakukan pekerjaan dengan baik. Dia tidak mengawasi proyek sebagaimana semestinya sehingga terjadi sejumlah penyimpangan dan menguntungkan pribadi.
Selain memberikan fee terhadap Dwi, proyek senilai Rp8 miliar itu juga menguntungkan Yuliana sebesar Rp750,357.552,99, Rinaldi sebesar Rp163 juta, Yusrizal 55 juta. Total kerugian negara dari BPKP kerugian negara Rp1,1 miliar.
"Perbuatan terdakwa secara bersama-sama telah menguntungkan diri sendiri maupun orang lain," kata JPU di hadapan mejelis hakim uang diketuai Bambang Myanto, didampingi hakim anggota Khamazaro Waruwu dan Suryadi.
Atas perbuatan itu, Dwi Agus Sumarno dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3 jo 12 Undang-undang Nomor (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Terdakwa Yuliana dan Ronaldo dijerat dengan 2 ayat 1 jo Pasal 3 jo 18 Undang-undang Nomor (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Berdasarkan dakwaan itu, Dwi Agus Sumarno dan Yuliana tidak menyatakan keberatan (eksepsi) sedangkan Rinaldi melakukan eksepsi pada persidangan selanjutnya.
Majelis hakim mengagendakan persidangan pada Rabu, 2 Mei 2018, dengan agenda mendengar eksepsi dari terdakwa Rinaldi dan mendengarkan keterangan saksi untuk terdakwa Dwi Agus Sumarno dan Yuliana. "Ke depan, kota akan menggelar persidangan dua kali dalam saru minggu," kata Bambang.
Kafitra Ampera selaku penasehat hukum, Rinaldi, menyebutkan, pihaknya melakukan eksepsi karena dakwaan JPU menggabungkan seluruh kerugian negara dengan yang diterima kliennya. "Terdakwa hanya menerima Rp136 juta tapi jumlah itu digabungkan dengan total kerugian yang mencapai Rp1 miliaran," ucap Kapitra.
Selain ketiga terdakwa, perkara ini juga melibatkan 15 tersangka lainnya. Direktur CV Panca Mandiri Konsultan, Raymon Yundra, tenaga ahli tenaga ahli CV Panca Mandiri Konsultan, Arri Arwin, dan Direktur PT Bumi Riau Lestari, Khusnul juga sudah ditahan.
Masih ada 12 tersangka lagi dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum dilakukan penahanan. Di antara tersangka yang belum ditahan adalah Ketua Pokja ULP Provinsi Riau, Ikhwan Sunardi, Sekretaris Pokja, Hariyanto, dan anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi, Hoprizal, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Adriansyah dan Akrima ST juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yusrizal dan ASN Silvia.
Dalam RTH itu terdapat Tugu Integritas yang diresmikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada 10 Desember 2016 lalu pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Riau. Tugu itu sebagai simbol bangkitnya Riau melawan korupsi.
Selain RTH Tunjuk Ajar integritas, Kejati juga mengusut RTH Puteri Kaca Mayang. Namun, RTH Puteri Kaca Mayang ini belum menetapkan tersangka karena penyidik masih menunggu hasil cek fisik dari tim ahli.
Kedua RTH, ditangani dengan melibatkan ahli multidisiplin ilmu. Perbuatan melawan hukum terjadi bukan pada penganggaran namun terhadap proses dari lelang hingga pembayaran. (***)
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id