RIAU ONLINE, PEKANBARU - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mengungkap fakta baru soal harimau sumatera Bonita.
Harimau betina berusia empat tahun yang berhasil ditangkap di kawasan perkebunan sawit Pelangiran, Indragiri Hilir pernah memiliki anak.
"Kemungkinan dia sudah punya anak, iya," kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono di Pekanbaru, Senin 23 April 2018.
Kesimpulan itu didapat dari hasil pemeriksaan tim medis pusat rehabilitasi harimau sumatera (PHRS) Dharmasraya, Sumatera Barat yang dipimpin oleh Drh Dhita.
Ia menjelaskan, hasil pemeriksaan sementara tim medis didapati ciri-ciri alat reproduksi Bonita serta puting susu si Raja Rimba itu baru saja melahirkan dan menyusui anaknya.
Meski begitu, dia mengatakan perlu pemeriksaan lanjutan termasuk melakukan Ultrasonografi atau USG untuk menguatkan dugaan sementara tersebut.
"Dilihat dari alat reproduksi dan puting susunya, cenderung habis menyusui. Sepertinya belum lama (memiliki anak)," ujarnya.
"Tapi ini perlu pemeriksaan lebih lanjut. Belum bisa dijadikan kesimpulan. Perlu dilakukan USG juga," lanjutnya.
Bonita adalah nama dari seekor harimau sumatera betina liar yang selama empat bulan terakhir berkeliaran di kawasan perkebunan sawit PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP) Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir.
Selama periode itu, Bonita yang diperkirakan berusia empat tahun itu menerkam dua manusia hingga meninggal dunia pada Januari dan Maret 2018.
Jumat 20 April 2018 kemarin, Bonita berhasil ditembak bius oleh tim terpadu BBKSDA Riau, TNI, Polri, Pemkab Indragiri Hilir, masyarakat dan sejumlah aktivis pegiat lingkungan dan satwa.
Si kucing besar itu berhasil ditangkap dan direlokasi ke Pusat rehabilitasi harimau Dharmasraya, Sumatera Barat.
Pencarian Bonita menjadi upaya penyelamatan dan relokasi harimau terlama di Indonesia. Cukup banyak informasi yang beredar selama proses pencarian Bonita.
Termasuk diantaranya Bonita diduga memasuki perkebunan sawit untuk mencari anaknya. Namun, informasi tersebut hanya sekadar kabar yang berhembus di kalangan masyaraat.
Meski begitu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Ir Wiratno menilai konflik satwa liar, termasuk salah satunya Bonita cenderung akibat kesalahan manusia.
Ia menjelaskan, beberapa penyebab kemungkinan terganggunya satwa liar seperti Bonita adalah ketika habitat si predator itu rusak atau ada anggota keluarga dari satwa tersebut yang mati akibat ulah manusia.
"Satwa liar tidak mengganggu kalau tidak ada yang mengganggu dia. Bisa dipastikan itu," ujarnya.(***/2)