Dipanggil Paksa, Johanes Sitorus Jadi Saksi Kunci Korupsi TNTN

Majelihs-Hakim-di-Persidangan.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Setelah beberapa kali mangkir, Johanes Sitorus akhirnya hadir dalam persidangan kasus dugaan korupsi penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Dia merupakan saksi kunci dalam perkara yang menjerat enam orang terdakwa itu.

Keenam terdakwa adalah Zaiful Yusri selaku mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar, Subiakto, Hisbu Nazar, Abdul Rajab, Rusman Yatim, serta Edi Erisman.

Kehadiran Johanes Sitorus setelah jaksa meminta majelis hakim yang diketuai Bambang Myanto, melakukan pemanggilan paksa.

Di persidangan, Selasa 13 Maret 2018 malam, Johanes Sitorus hadir bersama anaknya, Andrew Sitorus. Dia menjelaskan, tidak hadir ke persidangan karena sedang berada di Amerika Serikat.

"Lain kali kalau dipanggilkan gampang toh, tinggal kasih keterangan," kata Bambang.

Johanes Sitorus merupakan pemohon atas 271 persil sertifikat lahan di atas kawasan TNTN dengan luas lahan 500 hektar kepada BPN Kampar. Kehadirannya di persidangan sangat diperlukan untuk mengungkap perkara jadi lebih terang.

Dalam kesaksiannya, Johanes Sitorus membenarkan mendapat 271 persil sertifikat dari BPN Kampar atas nama anggota keluarganya. Sertifikat yang dipecah jadi 28 tersebut, didapat dalam waktu singkat.

Saat transaksi, kata Johanes Sitorus, dasarnya adalah SKGR. Surat itu diurus oleh camat dan kepala desa setempat. "Tanda tangan surat ganti rugi dilakukan masing-masing, setelah ganti rugi," ucap Johanes.



Hakim mempertanyakan siapa yang mengurus SKGR dalam kelompok tersebut. "Langsung masing-masing dan kepala desa," ucap Johanes Sitorus.

Ia beberapa kali terlihat memikirkan jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Hakim pun harus berulang kali melontarkan pertanyaan agar bisa dimengerti Johanes Sitorus.

Kasus ini bermula pada 2003 hingga 2004 lalu, di mana Kantor Pertanahan Kampar menerbitkan 271 SHM atas nama 28 orang, seluas 511,24 hektare. Seluruh pemilik sertifikat adalah anak dan keluarga Johanes Sitorus

Penerbitan SHM tersebut tak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1997 dan Peraturan Kepala Badan Nomor 03 Tahun 1999 jo Nomor 09 Tahun 1999.

Kantor BPN tidak mengisi blanko risalah pemeriksaan dengan benar sehingga rekomendasi pemberian hak milik kepada pemohon SHM, tidak dapat dijadikan dasar. SHM yang diterbitkan tersebut berada di Kawasan Hutan Tesso Nilo, di Desa Bulu Nipis atau Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak, Kampar.

Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp14.454.240.000. Kerugian ini meliputi, nilai hutang berupa lahan seluas 5.500.000.000 meter persegi dan kerugian pengelolaan sebesar Rp12 miliar.

Jaksa menjerat keenam terdakwa dengan Pasal 2 ayat 1 ke-1 jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHPidana.

Sebelumnya, Zaiful sempat ditahan penyidik Kejati Riau dan disidang di Pengadilan Tipikor. Namun, majelis hakim yang diketuai Rinaldi Triandiko menerima eksepsi atau keberatan Zaiful terhadap dakwaan JPU.

Atas dakwaan itu, terdakwa mengajukan eksepsi pada persidangan selanjutnya. Saat itu, hakim menyatakan perbuatan penerbitan SHM itu tidak masuk kasus Tipikor. Perkara ini juga harusnya disidang oleh PTUN.

Dalam perkara ini, Johanes Sitorus juga diadili di Pengadilan Negeri Bangkinang. Eksepsinya juga diterima majelis hakim. (*/1)

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id