RIAU ONLINE, PEKANBARU - PT Hutahaean melakukan perlawanan hukum atas perkara dugaan perambahan lahan di luar Hak una Usaha (HGU) lahan seluas 835 hektare di Dalu-dalu, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul).
Perusahaan itu menggugat praperadilan (prapid) Polda Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
PT Hutahaean selaku pemohon menggugat Polda Riau selaku termohon I atas penetapan tersangka. Sementara Kejaksaan Tinggi Riau selaku termohon II digugat karena sudah menyatakan berkas perkara itu lengkap atau P21 hingga harus dilanjutkan ke penuntutan di pengadilan.
Sidang praperadilan sudah dilakukan sejak, Kamis, 8 Februari 2018 lalu, dengan hakim tunggal Martin Ginting. "Sidang sudah masuk pembuktian," kata Panitera Muda Pidana Umum PN Pekanbaru, Efrizal, Senin, 12 Februari 2018.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Gidion Setiawan, mengatakan, proses hukum sedang berlangsung. Sidang akan berlangsung selama tujuh hari. "Persidangan akan dilanjutkan dengan keterangan saksi-saksi," kata Gideon.
Dijelaskannya, praperadilan itu tidak akan mempengaruhi penetapan tersangka. Apalagi yang jadi tersangka adalah korporasi dan tidak dilakukan penahanan. "Jadi tidak berpengaruh," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau, Muspidauan. "Kita lihat saja proses prapidnya," tutur Muspidauan.
Berkas perkara PT Hutahaean sudah dinyatakan lengkap Desember 2017 lalu. Sampai saat ini, belum dilakukan tahap II berupa tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut karena Komisaris Utama PT Hutahaean, HW Hutahaean, sakit.
PT Hutahaean jadi tersangka korporasi setelah penyidik Ditreskrimsus Polda Riau menemukan adanya pelanggaran izin pengelolaan lahan. Kegiatan perkebunan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI serta tanpa izin pemerintahan setempat.
Dalam permohonan praperadilannya, PT Hutahaean melalui kuasa hukumnya meminta pengadilan menyatakan penyidikan yang dilakukan Polda Riau yang menetapkan pemohon sebagai tersangka sesuai laporan polisi Nomor LP/309/VII/2017/Riau/Ditreskrimsus tanggal 24 Juli 2017 dan Berkas perkara Nomor BP/23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Pemohon juga meminta hakim menyatakan pentapan termohon II atas perkara Nomor 23/X/2017 tanggal 6 Oktober 2017 yang menyatakan berkas lengkap atau P21 adalah tidakan yang tidak berdasarkan hukum dan tak punya kekuatan hukum mengikat.
PT Hutahaean juga meminta pemohon II untuk menghentikan penuntutan terhadap pemohon. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan martabat.
Kasus ini berawal dari laporan 33 perusahaan oleh Koalisi Rakyat Riau (KKR) ke Polda Riau pada 16 Januari 2017 lalu. Perusahaan itu diduga menggarap lahan tanpa izin dan tak sesuai aturan.
Dalam laporannya KRR merincikan, seluas 103.230 hektar kawasan hutan dan 203.997 hektar lahan di luar HGU, diduga digarap oleh 33 perusahaan itu. PT Hutahaean disebutkan mengantongi HGU perkebunan kelapa sawit seluas 4.584 hektar.
Namun, dalam praktiknya, perusahaan itu malah menggarap seluas 5.366 hektar. Kelebihan ratusan hektar itu, diduga tanpa sesuai aturan di Afdeling 8 dengan luas lahan 835 hektare yang terletak di Dalu-dalu. (*/1)
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id