RIAU ONLINE, PEKANBARU - Dengan tas ransel kepunyaan suami yang telah 25 tahun lebih dahulu meninggalkannya, Mahnidar (51) warga Jalan Tanjung Datuk Kecamatan Limapuluh Kota, Pekanbaru ini membawa sebagian lembar baju kesayangannya.
Bukan untuk disumbangkan atau dibagi-bagikan, melainkan bekal selama Ramadan 1438 H untuk dirinya beribadah di Masjid Raya An-Nur, Pekanbaru.
Lalu, mengapa ibu dua anak ini sampai rela meninggalkan rumah, anak dan cucunya dan memilih tinggal di Masjid kebanggaan kota Pekanbaru itu?
Mahnidar bahkan telah tinggal di Masjid Raya An-Nur sejak hari pertama Ramadhan.
"Ibu melakukan ini karena Iklas mencari ridho Allah Subhanahuwataala. Selain dapat beribadah dengan khusuk, di sini ibu juga banyak mendapatkan pelajaran agama," katanya di bawah Pohon Kurma, yang tumbuh subur di halaman Masjid Raya An-Nur, Kamis, 1 Juni 2017.
Menurutnya dengan tinggal di Mesjid, dirinya dapat mengenal warga lain se-Kota Pekanbaru bahkan ada juga yang berasal dari Sumatera Barat yang melakukan hal serupa bersama dirinya.
Baca Juga: Wow, Pohon Kurma di Masjid Raya An-Nur Masih Jadi Daya Tarik di Senja Ramadan
Islam memang mengajarkan bahwa selama Ramadan dianjurkan untuk beribadah berdiam diri seharian penuh di masjid terutama pada sepertiga malam.
Kegiatan yang dikenal dengan nama I'tikaf itu dapat dimanfaatkan dengan membaca Alquran ataupun mendengarkan ceramah agama yang tentunya dibawakan oleh ustad ataupun ustadzah yang sudah memahami ajaran Islam tentunya.
Dalam Hadits riwayat Aisyah RA:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. [رواه مسلم
Yang artinya bahwa Nabi Salallahualaihi wasallam melakukan itikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan itikaf setelah beliau wafat (HR. Muslim).
Sementara di Alquran dijelaskan dalam surat Al-Baqarah surat 187 yang berbunyi:
… فَاْلآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ.
Artinya: ...maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam Mesjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa. (QS. al-Baqarah (2):187).
Klik Juga: Salat Tarawih Di Masjid Raya An-Nur Diimami Hafiz Muda dari Palestina
Lima menit sebelum Azan salat Ashar berkumandang sambil menunduk karena sedikit malu, Mahnidar bercerita himpitan ekonomi juga membuatnya rela tidur di sudut ruang tempat kaum wanita beribadah. Sebab, masjid ini memang tidak menyediakan tempat khusus bagi warga yang melakukan I'tikaf selama Ramadan.
"Usai kedai harian yang Ibu kelola tak terurus dan mati, kini Ibu hanya menumpang tinggal di sana (Jalan Tanjung Datuk-red) bersama anak laki-laki saya," katanya kembali.
Karena serba kekurangan, ditambah dengan himpitan desakan ekonomi, Ibu ini tak tega menjadi beban keluarga anaknya dikala bulan Suci Ramadhan. Memang satu tahun kehilangan kedai hariannya, dirinya hanya bisa melakukan pekerjaan seadanya. Seperti membuat lembar-lembaran tikar dari daun pandan rawa yang banyak tumbuh di pinggiran bantaran Sungai Siak dekat dengan rumah anaknya yang kini ia tempati.
Dalam sepekan, Mahnidar hanya mampu membuat satu lembar tikar dengan ukuran 2x1 meter, untuk kemudian dijual ke pasar dengan harga yang tak tentu. Kadang murah, kadang ada yang menawarnya dengan harga cukup tinggi.
Lihat Juga: Masyaallah... Di Sini Salat Tarawih 23 Rakaat Hanya 7 Menit
"Nanti kalau sudah jadi tikarnya, Ibu tak patokkan harga kok. Kadang Rp30 ribu, ada juga orang mau beli Rp50 ribu," tandasnya.
Selama pengerjaannya, tikar pandan yang dibuatnya itu butuh proses panjang. Mulai dari pengambilan daun pandan, menyiangi, merebus, mewarnai, menjemur hingga menganyamnya dengan tekun dan sabar. Karena memang tak ada pilihan lain yang kini ia dapati.
"Prosesnya panjang, makanya Ibu hanya sanggup mengerjakan satu lembar dalam 1 minggunya. Tidak apa-apa lah, yang penting ibu tak menyusahkan siapapun," ucapnya pilu.
Azan salat Ashar telah dikumandangkan oleh muazin Masjid Raya An-Nur Pekanbaru. Ibu Mahnidar dengan sopan mengakhiri percakapan dan meminta izin mengambil air wudhu.
Keterangan: kisah hidup ibu ini ditulis tanpa sepengatahuan dirinya. Penulis berusaha mengorek kisah hidup tanpa memperkenalkan jati diri.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline