RIAU ONLINE - Sawit Wacth, Indonesian Human Rights Committee for Social (IHCS) Justice, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Petani Indonesia (API), Bina Desa, FIELD, bersama organisasi masyarakat yang lain yang memiliki kepedulian terhadap reforma agraria di perkebunan dengan tegas menyatakan kepada DPR dan Pemerintah untuk menghentikan pembahasan RUU Perkelapasawitan.
RUU Perkelapasawitan adalah salah satu RUU yang masuk dalam prioritas program legislasi nasional pada 2017 yang menjadi inisiatif DPR. Direktur Eksekutif Sawit Watch Inda Fatinaware mengatakan tiga hal penting menurut DPR yang menjadikan RUU ini penting.
"RUU ini akan memastikan kesejahteraan petani, meningkatkan profesionalitas seluruh sektor di perkebunan kelapa sawit, dan sebagai jalan keluar carut marutnya kebijakan di sektor ini," katanya melalui siaran pers yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, Senin, 17 April 2017.
Baca Juga: Mencengangkan, Ada Korporasi Tak Berizin Tanam Sawit Jutaan Hektare di Riau
Menurutnya, saat ini kondisi perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu penyebab terjadinya deforestasi, biang konflik pertanahan, tidak ada transparansi dalam proses perijinan dan pengadaan tanah, tata kelola perkebunan sawit yang masih carut marut, dan sumber korupsi.
Selain itu, perkebunan kelapa sawit, kata dia, mewakili banyak kepentingan yang berdampak pada tidak sinkronnya antara kebijakan dengan kebijakan yang lain, dan ego sektoral antar kementerian yang mengurusi sektor ini.
Sebab itu, Sawit Wacth menilai RUU Perkelapasawitan hanya akan memperparah ketidaksingkronan kebijakan dan ketidakharmonisan produk hukum dalam sektor itu.
"Alih alih memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit sehingga berkelanjutan untuk kemakmuran bangsa Indonesia, RUU Perkelapasawitan hanya akan memperkuat dominasi perusahaan perkebunan sawit termasuk yang merupakan penanaman modal asing dari pada perlindungan dan pemberdayaan petani pekebunan swadaya atau perkebunan rakyat," katanya.
Klik Juga: 14 Ribu Hektar Perkebunan Sawit di Siak Akan Jalani Peremajaan 4 Tahun Kedepan
Sebenarnya, materi yang diatur dalam RUU Perkelapasawitan sudah diatur di dalam Undang-Undang Perkebunana dan Undang-Undang Perlindungan dan Petani. Sayangnya, RUU Perkelapasawitan tidak mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian perkara kedua undang-undang tersebut di atas, sehingga potensial melanggar hak asasi petani yang dilindungi oleh Konstitusi Republik Indonesia, UUD 1945.
RUU Perkelapasawitan menyebutkan bahwa perusahaan perkebunan akan diberi kemudahan pengurangan pajak penghasilan, pembebasan atau keringanan bea dan cukai serta keringanan pajak bumi dan bangunan. Rencana pengaturan ini tidak singkron dengan kehendak pemerintah menaikkan pendapatan negara.
Pemerintah menyatakan bahwa petani merupakan salah satu pemain utama dalam perkebunan Kelapa Sawit, karena lebih dari 40 persen perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikuasai oleh petani. Namun, menurut Inda, pernyataan pemerintah ini tidak sejalan dengan nasib dialami oleh petani.
"Saat ini justru petani masih hanya menjadi pelengkap angka persentase karena tidak mendapatkan semua hak yang seharusnya didapat. Yang dibutuhkan petani pekebun adalan dukungan modal, kepastian harga, penyuluhan budidaya kelapa sawit yang baik dan benar," lanjutnya.
Lihat Juga: Menteri Koperasi Lobi Perbankan Beri Suku Bunga Kredit Kebun Sawit Lebih Rendah
Selain hal yang bersifat materiil, secara formil minimnya keterlibatan masyarakat, khususnya serikat tani dan organisasi pembela hak petani dalam pembahasan RUU Perkelapasawitan, termasuk sejauhmana koordinasi lintas DPR-Pemerintah dan antar instansi pemerintah terkait.
Selain itu, Sawit Watch, IHCS, SPKS, SPI, API, Bina Desa, FIELD bersama organisasi masyarakat yang lain yang memiliki kepedulian terhadap reforma agraria di perkebunan juga mendesak pemerintah untuk serisu dalam menyusun pengaturan terkait reforma agraria, moratorium perkebunan sawit, dan pembaruan hukum terkait perkebunan dan melakukan audit perizinan usaha perkebunan secara serius.
Kemudian, mendesak pemerintah untuk menghentikan praktik perbudakan modern dan diskriminasi terhadap perempuan dan kelompok rentan lainnya di perkebunan sawit. Mendesak pemerintah menyempurnakan Undang-Undang Perkebunan yang ada saat ini, untuk memecahkan kesenjangan, masalah lingkungan khususnya dalam praktik perkebunan.
"Perkuat perkebunan rakyat untuk merubah perkebunan agar lestari dan berkeadilan sosial, memperhatikan ketersediaan lahan untuk pertanian pangan," tutupnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline