Sah, Hakim Tinggi di Pekanbaru Ini Dipecat Sebagai Hakim

Pangeran-Napitupulu.jpg
(PENGADILAN TINGGI RIAU)

RIAU ONLINE, JAKARTA - Masih ingat dengan Hakim Tinggi yang tugas di Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Pangeran Napitupulu? Kini ia dipecat sebagai hakim dalam Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA), Selasa, 28 Februari 2017, di Gedung MA, Jakarta. 

Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Rantau Prapat, Sumatera Utara (Sumut) ini, dinyatakan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Sidang MKH terhadap Hakim Pangeran Napitupulu tersebut sempat tertunda hingga berlangsung empat kali. Pasalnya, hakim terlapor menjalani operasi jantung.

Baca Juga: Terima Rp 1 Miliar, Hakim Tinggi Di Riau Terancam Pecat Dengan Tidak Hormat

 

"Pangeran Napitupulu diduga membantu dan menerima uang dari pihak berperkara di Pengadilan Negeri Rantau Prapat, Sumatera Utara senilai Rp 1 miliar," kata Juru Bicara KY, Farid Wajdi

Rinciannya, pembayaran pertama Rp 50 juta, pembayaran kedua Rp 300 juta, pembayaran ketiga Rp 500 juta dan pembayaran keempat Rp 150 juta.



Agenda sidang MKH tersebut dipimpin Maradaman Harahap agendanya hari ini mendengarkan keterangan pelapor dan saksi. Proses ini diperlukan untuk mengkonfirmasi kepada saksi dan pelapor atas bantahan hakim terlapor.

Majelis Kehormatan Hakim diatur dalam Pasal 22F (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial merupakan forum pembelaan diri bagi hakim direkomendasikan penjatuhan sanksi berat berupa pemberhentian.

MKH sendiri terdiri atas 4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial dan 3 (tiga) orang hakim agung. Komposisi keanggotaan tersebut bersifat adhoc atau kasus per kasus.

"Sidang MKH terhadap Hakim terlapor PN merupakan usulan dari Komisi Yudisial RI dengan rekomendasi sanksi berat pemberhentian tidak dengan hormat," jelasnya. 

Klik Juga: Hakim Sarpin Dan Rumah Di Pekanbaru

Sebagai informasi, susunan majelis sidang MKH adalah Maradaman Harahap (Ketua Majelis), Farid Wajdi, Joko Sasmito, dan Sumartoyo dari KY. Sementara MA diwakili Sofyan Sitompul, Andi Samsan Nganro dan Margono.

Sebagai officium nobile (profesi mulia), kata Farid, hakim harus memiliki standar etika yang lebih dari rata-rata orang pada umumnya. Sedikit saja pelanggaran terhadapnya, maka penegakannya harus tetap dilakukan.

Dengan putusan ini, tutur Farid, menunjukkan keseriusan KY dan MA dalam melakukan pengawasan etika dan perilaku hakim. Oleh karena itu, KY mengimbau kepada seluruh hakim agar senantiasa menjaga etika dan perilakunya ketika melaksanakan tugasnya.

Dan kami terus berusaha untuk menjaga nature lembaga ini melalui frasa “Komisi”, yaitu sebagai wakil dari publik, sekaligus tetap memastikan tabiat dasar pengawasan eksternal yang tidak memiliki esprit de corps. Sehingga yang salah tetap salah, dan tidak ada semangat melindungi.


Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline