Teriakan 'Bubarkan PKI', Surat Sakti, hingga Lengsernya Soekarno

Demo-KAMI-1966.jpg
(MERDEKA.COM)

RIAU ONLINE - "Bubarkan PKI, Reetol Kabinet Dwikora dan Turunkan Harga!" teriak massa Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang membakar langit Ibukota Indonesia, 10 Januari 1966.

Presiden Soekarno yang tak membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ditudign bertanggung jawab atas peristiwa G30 September, membuat geram para mahasiswa.

Kekesalan mereka semakin menjadi-menjadi melihat perilaku koruptif para menteri di Kabinet Dwikora. Ketika rakyat kesulitan, para menteri malah berfoya-foya. Padahal saat itu, perekonomian Indonesia sangat buruk, bahkan nyaris ambruk.

Harga BBM yang semula hanya Rp 4 naik drastis hingga Rp 250, membuat harga-harga langsung melambung. Beras dan kebutuhan pokok lain menghilang dari pasaran. Jika ada, harganya naik puluhan kali lipat.

Baca Juga: Misteri Di Balik Surat Sakti Pembuka Jalan Kekuasaan Soerharto

Soe Hok Gie, salah satu tokoh mahasiswa 66 mengutip penjelasan seorang perwira, menilai keputusan buruk di bidang ekonomi sengaja dilakukan pemerintah untuk mengalihkan isu pembubaran PKI dan membuat Jakarta chaos.

Bahkan, TNI yang saat itu mendapat simpati masyarakat akan berbalik dimusuhi rakyat jika menindak rakyat yang bergerak. Dalam hal ini jelas PKI yang diuntungkan.

Presiden Soekarno terkesan enggan membubarkan PKI karena hanya PKI yang dianggap sebagai penyeimbang kekuatan TNI AD. Sedangkan soal harga-harga yang semakin melonjak, wartawan senior Rosihan Anwar menulis, bahwa para menteri melarang pejabat memberikan laporan situasi sebenarnya pada Bung Karno, dengan alasan "Takut Bapak mara..." seperti dilansir dari Merdeka.com.

Akhirnya, para mahasiswa bergerak menuju kediaman para menteri dan Istana Negara. Menteri Chairul Saleh dituding jadi otak kenaikan harga sementara Soebandrio disebut sebagai antek Peking (China).



Klik Juga: Jalan Berdarah Soeharto Menuju Istana Negara

"Stop import istri atau Istana Sarang Lonte!" demikian tulisan yang dibuat mahasiswa hingga membuat Bung Karno berang, hingga berujung pada pembubaran KAMI.

Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah gerakan mahasiswa dan pelajar. Demonstrasi besar-besaran terus terjadi. TNI bahkan berada di belakang melindungi para mahasiswa.

Dalam biografinya, Soeharto memberikan perintah langsung pada Jenderal Kemal Idris, Kepala Staf Kostrad untuk menjaga para mahasiswa dari serangan Tjakrabirawa, pasukan pengawal Bung Karno.

"Saya menaruh harapan pada anak-anak muda yang mengadakan demonstrasi itu," kata Soeharto.

Kemudian 11 Maret 1966, lahirlah surat perintah kontroversial itu, Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Dalam perintahnya, Soekarno memberikan wewenang kepada Jenderal Soeharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Saat itulah titik awal kejatuhan Orde Lama.

Berbekal surat sakti itu, Soeharto langsung membubarkan PKI. RRI, pukul 06.00 WIB, menyiarkan pengumuman pelarangan PKI beserta seluruh underbouwnya.

Lihat Juga: Usai Singkirkan Soekarno, Soeharto Campakkan Tiga Jenderal Loyalisnya

"Kalian menang. PKI dibubarkan!" kata Mayjen Kemal Idris menyambut kegembiraan para mahasiswa usai membangunkan beberapa mahasiswa yang tertidur pulas di markas Kostrad.

Pembubaran PKI juga disambut rakyat di jalan-jalan. Mereka bersorak-sorai menyambut parade militer yang digelar Soeharto. Saat itu rakyat dan mahasiswa seolah merasa perjuangan mereka berhasil.

Soekarno yang telah lemah secara politik kemudian dikalahkan dan dipaksa untuk mentransfer kekuatan kunci politik dan miiter Indonesia kepada Jenderal Seoharto, yang telah menjadi kepala Angkatan Bersenjata Indonesia.

Dilansir dari Wikipedia, pada Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menyatakan bahwa Jenderal Soeharto adalah Presiden Indonesia. Soeharto kemudian resmi ditunjuk sebagai presiden Indonesia satu tahun kemudian.

Soekarno hidup dalam tahanan rumah sampai kematiannya pada tahun 1970. Berlawanan dengan teriakan nasionalisme, retorika revolusi nasional, dan kegagalan-kegagalan ekonomi yang merupakan ciri awal 1960-an di bawah Soekarno, pemerintahan "Orde Baru" Soeharto yang pro-Barat menstabilkan ekonomi dan menciptakan pemerintahan pusat yang kuat. Kelak, puluhan tahun kemudian, gerakan mahasiswa pula yang menggulingkan Soeharto tahun 1998.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline