Inilah Perjalanan Kasus La Nyalla hingga Vonis Bebas Hakim

LA-NYALLA.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan La Nyalla Mattaliti divonis bebas atas kasus korupsi dan TPPU dana hibah Kadin, Jawa Timur. Ketua Hakim Sumpeno, bahkan memerintahkan agar La Nyalla segera dikeluarkan dari Rutan Salemba, Jakarta Pusat.

 

La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang dalam pengelolaan dana hibah yang diterima Kadin Jawa Timur dari pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 sampai 2014. La Nyalla diduga menerima aliran dana sebesar Rp1,3 miliar, seperti dilansir dari Okezone.com.

 

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menjelaskan mantan Ketum PSSI itu ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pengembangan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani Kejaksaan. Penetapan tersangka terhadap La Nyalla dalam kasus pencucian uang itu tertuang dalam surat Nomor KEP-39/0.5/.d1/04/2016.

 

Menanggapi status tersangkanya, La Nyalla membantah dirinya menerima aliran dana haram dalam kasus pembelian IPO Bank Jatim. Dia mencurigai penetapan tersangka tersebut berkaitan dengan masalah pembekuan PSSI yang urung dicabut Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi.

Baca Juga: Dituntut 6 Tahun Penjara, La Nyalla Malah Divonis Bebas

 

Penetapan tersangka itu, menurutnya erat kaitannya dengan upaya untuk menggulingkan dirinya dari posisi Ketua Umum PSSI. Kecurigaan itu muncul lantaran pada April 2016 pemerintah akan mencabut pembekuan PSSI. La Nyalla juga mengaku pernah dipanggil pejabat yang secara implisit memintanya untuk mundur dari Ketum PSSI.

 

La Nyalla Mattalitti secara resmi melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya, karena tidak terima dengan status tersanga yang dihadapkan kepadanya.

 

Gugatan La Nyalla terkait surat perintah penyidikkan (sprindik) bernomor Print-291/ 0.5/Fd.1/03/2016 bertanggal 10 Maret 2016 dan surat penetapan tersangka La Nyalla bernomor Kep-11/0.5/Fd.1/03/2016 bertanggal 16 Maret 2016, yang diterbitkan Kejati Jatim.

 



Menurut salah satu kuasa hukum La Nyalla, Sumarsono, gugatan tersebut diajukan lantaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memiliki dasar hukum dalam menetapkan tersangka kepada kliennya.

 

Pasalnya, La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka tanpa adanya pemeriksaan saksi-saksi namun kejaksaan telah menaikkan status perkara ke tingkat penyelidikkan dan menetapkan La Nyalla sebagai tersangka.

Klik Juga: Satu Warga Pekanbaru Dipulangkan dari Turki, Diduga Hendak Perang Ke Suriah

 

Pengadilan Negeri Surabaya tetap menerima gugatan praperadilan tersebut meski La Nyalla sempat buron keluar negeri hingga pihak imigrasi mencbut parposnya. Dalam persidangan yang digelar pada 12 April 2016 itu, hakim tunggal Ferdinandus menganggap status tersangka La Nyalla tidak sah.

 

Sehari pasca-praperadilannya diterima Pengadilan Negeri Surabaya, La Nyalla kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Jatim. Bahkan, pada 22 April 2016 La Nyalla, Jaksa menetapkan La Nyalla sebagai tersangka atas kasus pencucian uang.

 

Namun, La Nyalla keukeuh dengan kembali mengadukan praperadilan atas nama anaknya Mohammad Ali Afanfi pada 25 April 2016 ke Pengadilan Negeri Surabaya. Pada 23 Mei 2016, status tersangka yang ditetapkan oleh anak buah Maruli Hutagalung itu kembali kandas.

 

Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar menegaskan bahwa tidak ada intervensi yang dilakukan oleh Ketua MA Hatta Ali dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kadin Jatim sebesar Rp5 miliar yang melibatkan La Nyalla.

 

"Ketua MA melakukan distribusi perkara MA tapi yang menentukan distribusinya itu saya. Kalau ada yang mengatur itu tidak pernah terjadi karena Hakim di MA itu profesional, memiliki skill dan kapasitas dalam hukum, jam terbangnya juga tinggi," kata Artidjo‎ dalam acara Indonesia Lawyers Club bertajuk 'La Nyalla - MA vs Kejaksaan', Selasa 7 Juni 2016.

 

Artidjo mengatakan, tidak ada catatan apapun saat ia melakukan distribusi perkara yang melibatkan keponakan dari Ketua MA Hatta Ali tersebut.

 

"Apalagi yang menangani korupsi. Itu pasti profesional. Pak Ketua tidak punya sifat seperti itu, saat saya distribusikan tidak ada catatan apapun!," tegasnya.

 

Artidjo bercerita, saat kasus korupsi yang melibatkan mantan Menpora di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Andi Malarangen. Kala itu, Hatta Ali tidak sedikitpun memberikan bantuan hukum kepada Andi yang juga merupakan kerabat dekatnya. Karena itu, MA telah menjamin idependensi Hatta Ali.

 

Terlebih lagi, sebagai hakim, kata Artidjo, para ‘Wakil Tuhan’ selalu bekerja sesuai fakta hukum yang berdasarkan kebenaran yang mampu dipertanggungjawabkan.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline