Kisah Sang Peneriak Kemerdekaan, Sosok yang Hilang dari Sejarah Indonesia

Riwu-Ga.jpg
(DETIK INDONESIA.COM)

RIAU ONLINE - Riwu Ga, sosok bersahaja yang sudah ditakdirkan bersama Bung Karno. Bung Karno dan keluarga sangat mempercayai pria yang begitu rendah hati dan penuh kepatuhan terhadap peraturan dan etika itu. Bahkan, ketika Bung Karno dan Inggit memutuskan untuk berpisah, pria asal Sabu, Nusa Tenggara Timur itu menjadi 'harta' yang diperebutkan.

 

Berawal dari hukuman pengasingan yang dijalani Bung Karno di Ende, Flores pada 1934. Riwu Ga begitu setia mengabdi kepada keluarga Bung Karno hingga masa pembuangan Sang Proklamator berakhir.

 

Riwu Ga turut mempersiapkan upacara pembacaan proklamasi. Setelah membacakan teks proklamasi, Bung Karno memerintahkan Riwu Ga untuk segera menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan itu di Ibukota, Jakarta.

 

Bung Karno berkata, "Anggalai,sekarang giliran anggalai. Sebarkan kepada rakyat Jakarta, kita sudah merdeka, bawa bendera." Anggalai berarti sahabat dari bahasa Ende, NTT.

Baca Juga: Sepenggal Kisah dari Kopassus: Silakan Hukum Saya, Jangan Pecat dari TNI

 

Mengendarai jeep, Riwu Ga muda nan sederhana bersama Sarwoko adik Mr. Sartono, kelak menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung pertama Indonesia. Riwu Ga berteriak-teriak heroik sambil mengibarkan Sang Saka Merah Putih mengumumkan kepada rakyat Jakarta.

 

"Kita sudah merdeka, kita sudah merdeka!" teriaknya dilansir dari Instagram MataPadi, Jumat, 16 Desember 2016.



 

Aksi Riwu Ga terbilang konyol. Padahal, bisa saja tentara Jepang yang masih berkuasa menembaknya. Namun itulah pemberitaan tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama kali dilakukan secara langsung kepada segenap rakyat Indonesia.

 

Selama 1945, nyaris tidak ada surat kabar yang memberitakan perihal proklamas. Hingga pada 20 Februari 1946, harian Merdeka secara resmi memberitakannya. Artinya, proklamasi telah berlaku 6 bulan lebih.

Klik Juga: Sang Komandan Muda Sanali: Ya Akulah Polisi Indonesia, Tembaklah

 

Setelah Indonesia merdeka, Riwu Ga memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya di Pulau Sabu, NTT. Riwu Ga tak menghadiahkan kampung halamannya sepenggal sejarah. Riwu Ga tak pernah meninggalkan kisah peran pentingnya mengawal dan melayani Bung Karno kepada tanah kelahirannya. Masyarakat kampung halamannya tak pernah mengatahui betapa besarnya peran Riwu Ga dalam sepenggal catatan sejarah.

 

Masa tuanya, seperti dilansir dari Detik Indonesia.com, Riwu Ga justru menjadi seorang penjaga malam di kantor DPU di Kabupaten Enda hingga pensiun pada 1974. Sejak itu, hidup Riwu ga berpindah-pindah dan menyingkir dari hiruk pikuknya Jakarta, menjauh ke Naikoten, Kupang hingga Nunkurus di Kabupaten Kupang pada 1992.

 

Riwu Ga hanya beberapa tahun menjalani hidupnya di Kupang bersama istrinya, Belandina sebagai petani di Nunkurus di lahan sawah depan markas TNI Naibonat.

Lihat Juga: Di Bawah Pimpinan Prabowo, Kopassus Latih Pasukan Palestina Hamas

 

Hingga pada 17 Agusutus 1996, Riwu Ga merayakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Tepat pukul 17.00 WITA, Riwu Ga wafat di hari ke-51 tahun proklamasi itu ia kabarkan melalui teriakan-teriakan heroik.

 

Sore itu, menjadi sunyi tanpa lantang lengking pekik merdeka. Sunyi, sesunyi jasad sang penyampai pesan Kemerdekaan yang tak begitu dikenang. Jenazahnya dimakamkan di TPU Kapadalakelurahan Airnona kecamatan Kota Raja, Kupang pada 19 Agustus 1996.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline