RIAU ONLINE, PEKANBARU - Guna mewujudkan Visi Riau 2020 yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi (Perda) Nomor 36 Tahun 2001, sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara Tahun 2020, perlu dilakukan hal-hal mengarah ke sana.
Satu di antaranya adalah pendidikan agama yang dilakukan sejak usia dini pada anak-anak Melayu Riau. Pemberian pendidikan agama sejak dini ini juga bisa dilakukan dengan memberikan motivasi-motivasi spiritual kepada para santri lagi menuntut ilmu di pondok pesantren.
Upaya Pemprov Riau itu diwujudkan dengan menjadikan para santri sebagai agen perubahan di Bumi Melayu Lancang Kuning. “Santri dituntut menjadi agent of change (agen perubahan). Di zaman persaingan global ini, santri harus bisa menyelaraskan ilmu pengetahuan dan teknologi dan tetap menjadi pribadi muslim beriman dan bertaqwa,” kata Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, saat memberikan kata sambutan pada Apel Akbar Hari Santri Nasional, Kamis, 6 Oktober 2016, di Halaman Kantor Gubernur Riau.
Apel akbar ini diawali dengan Salat Ashar berjemaah diikuti langsung Gubernur Arsyadjuliandi Rachman, Kakanwil Kemenag Riau Mahyudin, Pejabat di lingkungan Pemprov Riau dan Kemenag Riau, serta 4.636 santri di Riau dengan imam seorang kiai dari pondok pesantren di di Riau.
Usai Salat Ashar berjamaah, acara dilanjutkan dengan pelaksanaan Apel Akbar diawali dengan penampilan pembacaan ayat-ayat suci Alquran, doa, dan laporan pantia. Gubernur Andi Rachman, panggilan akrab Arsyadjuliandi Rachman, mengatakan, banyak lulusan santri-santri telah berhasil menunjukan eksistensinya di berpolitikan dan kepemimpinan Indonesia.
"Seperti, Menteri Ketenagakerjaan RI, M Hanafi Dahkiri dan Khofifah selaku Menteri Sosial RI," kata Andi Rachman.
Ia berharap, para santri harus menunjukan eksistensinya. Pasalnya, Menteri Ketenagakerjaaan, Menteri Sosial, juga alumni pesantren. Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren Riau, selaku panitia, Prof Dr Ahmad Mujahidin MA menyebutkan, Apel Akbar peringati Hari Santri Nasional di Riau diikuti 4.636 santri dari 5.000 undangan yang disebar.
Dengan rincian, Pekanbaru mengirimkan utusan 2.392 santri, Kampar 204 santri, Pelalawan 100, Siak 450, Bengkalis 20, Rohil 60, Rohul 10, Inhil 90, Inhu 90, Kepulauan Meranti 20, Dumai 70, dan Kuansing 45.
Menurutnya, peringatan Hari Santri Nasional 2016 benar-benar telah mengangkat harkat dan martabat santri. Selama ini, gerakan santri seolah-olah tersendat, karena image-nya lulusan pondok itu hanya bisa mengaji dan baca doa saja, sehingga tidak diakomodir dalam pemerintahan.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri mengatakan, berkat santri dari pondok pesantren ini pula, Indonesia bisa merasakan kemerdekaan dan kecerdasan.
"Kita harus bangga sebagi santri. Kenapa bangga, Indonesia mungkin tak bisa seperti saat ini kalau tidak ada pondok pesantren. Dimana bersama kiai dan santrinya, telah berjuang melawan penjajah. Banyak pahlawan kita sesungguhnya berlatar belakang pondok pesantren," kata Hanif Dhakiri.
Tidak hanya berjasa dalam kemerdekaan, berkat pondok pesantren juga telah berkontribusi mencerdaskan bangsa sebelum zaman kemerdekaan. Tidak sedikit para pejuang dan tokoh-tokoh nasional berasal dari pondok pesantren. Hanya saja dari catatan sejarah, terkesan 'menyembunyikan' latar belakang kesantrian banyak tokoh pejuang, dalam membela harga diri bangsa dari penjajah. Sebut saja Pangeran Diponegoro, yang selama ini hanya dikenal sebagai keturunan bangsawan dan terpandang.
"Karena itu saya membantah anggapan segelintir pihak menyebut pondok pesantren sebagai sarang teroris sangatlah tidak benar. Kalian harus bangga sebagai santri," ujar Hanif.
Hanif merupakan alumni pondok pesantren di Salatiga, Jateng. Hanif memberikan apresiasi kepada pemerintah pusat telah menjadikan 6 Oktober sebagai hari santri. Ini, tuturnya, sebagai bentuk pengakuan pemerintah bahwa pondok pesantren bagian dari Indonesia. (***)