Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kelurahan Rejosari Kecamatan Tenayan Raya, kini sudah bisa disewakan kepada masyarakat.
(PEKANBARU.GO.ID)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Bertambahnya jumlah penduduk tak seiring bertambahnya luas lahan dan kepemilikan tanah di Indonesia. Akibatnya, permukiman yang layak huni juga semakin sulit diperoleh dan dimiliki. Kebutuhan rumah di Riau yang terus meningkat menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, dan hal ini berhasil diselesaikan berkat sinergi banyak pihak.
Solusinya, pemerintah meluncurkan program sejuta rumah untuk masyarakat kurang mampu. Program Sejuta Rumah ini, untuk Riau sudah dibangun hingga pertengahan Tahun 2016 ini sejumlah 6.832 unit bagi masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) selama kurun waktu 2005-2013.
“Pemerintah telah menargetkan pembangunan satu juta rumah untuk rakyat pada 2015. Tujuannya untuk mengurangi kekurangan ketersediaan rumah saat ini mencapai 15 juta unit. Pemerintah siap mendukungnya,” kata Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dalam acara Silaturahmi Developer dan Gathering bersama Bank BTN, BPJS dan Bapertarum, di Hotel Premier, Pekanbaru, belum lama ini.
Program Sejuta Rumah ini, tutur Andi Rachman, panggilan akrab Arsyadjuliandi Rachman, terdiri dari pembangunan 700 ribu unit rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan 300 ribu unit untuk Non-MBR. Pagu indikatif anggaran tahun depan untuk KPR bersubsidi mencakup, KPR FLPP Rp 9,3 triliun, Selisih Suku Bunga (SSB) Rp 2 triliun, dan Bantuan Uang Muka Rp1,3 triliun.
Disebutkan, rumah-rumah tersebut akan diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah Rp 1,5 juta per bulan. Calon penerima akan diverifikasi bertahap hingga penyerahan perjanjian hibah daerah kepada mereka. Karena itu, program ini akan melibatkan banyak pihak, termasuk ketua RT/RW, lurah, kepala desa hingga camat.
Diperkirakan setiap daerah akan menerima 100 unit rumah. Sedangkan biaya pembangunan akan berbeda mengingat kondisi geografis yang juga berbeda. Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air (Ciptada) Provinsi Riau, Dwi Agus Sumarno, mengatakan, penyediaan rumah masyarakat menjadi tanggung jawab yang tak terelakkan.
“Di Riau bagian pesisir banyak rumah tak layak huni. Kami berkewajiban membangun rumah layak huni 5.000 unit tanpa meminta sepersen pun dari masyarkat,” ujar Dwi Sumarno.
Ia mengatakan, untuk di Riau, Pemprov berupaya menyediakan sedikitnya Rp 150 miliar diperuntukkan bagi pembangunan 2.000 unit rumah layak huni (RLH). Ia menyebutkan, anggaran untuk program ini akan diajukan pada APBD Perubahan 2016. "Akan diajukan anggarannya di APBD Perubahan, kami berharap bisa direalisasikan sebelum akhir tahun nanti,” jelasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, setidaknya lebih dari 78 persen rumah tangga di Riau memiliki rumah dengan luas antara 20 hingga 99 meter persegi. Angka ini menjadi kabar baik, lantaran adanya peningkatan kepemilikan rumah di atas 50 meter persegi untuk setiap rumah tangga.
Program Satu Juta Rumah ini diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo sejak Mei 2015 lalu. Program tersebut diperkuat lagi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2016, mewajibkan pemerintah daerah memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan pembangunan rumah secara bertahap dan berkelanjutan.
Dalam program ini, pemerintah menyediakan rumah subsidi dengan harga dan cicilan sangat terjangkau. Rumah ini merupakan kategori rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau lebih sering disebut sebagai rumah subsidi. Sehingga, diharapkan semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), seperti nelayan dan buruh dapat segera memiliki rumah.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), Maurin Sitorus, mengungkapkan, target pembangunan perumahan dan permukiman secara nasional adalah bagaimana warga Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa mendapatkan rumah layak huni khususnya di Provinsi Riau.
Ia meminta Pemprov Riau bekerja sama dengan pemerintah pusat, dalam hal ini Dirjen Pembiayaan Perumahan, Kementerian PUPR, guna membantu masyarakat berpenghasilan rendah mendapatkan rumah layak huni tersebut. "Namun demikian, ada hal harus diperhatikan dengan baik terkait dengan pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR, yaitu soal Housing affordability," ujarnya.
Housing affordability, tutur Maurin, terkait dengan upah minimum, tanah, infrastruktur, perijinan, harga material atau bangunan. Masalah ini tentunya merupakan hal dapat dikendalikan pemerintah daerah karena kebanyakan memang ada di Pemda. (**)