Kapolri Jenderal Tito Karnavian (kanan), didampingi oleh Wakapolri Wakil Komjen Syafruddin memberikan penjelasan di Jakarta
(VOA INDONESIA)
RIAU ONLINE - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut adanya rencana makar di balik aksi unjuk rasa yang akan digelar beberapa organisasi massa pada 25 November mendatang.
Kapolri juga melarang aksi yang digelar Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada 2 Desember 2016 dengan menggelar salat Jumat di sepanjang Jalan Sudirman-Bundaran Hotel Indonesia dan Thamrin. Menurutnya, aksi tersebut mengganggu ketertiban umum.
Kemarin, Senin, 21 November 2016, Kapolri dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmatyo telah memberikan arahan kepada seluruh pejabat utama Mabes Polri, Kapolda, Pangdam, Pangkotama di seluruh Indonesia melalui video telekonferensi untuk mengantisipasi dua demonstrasi yang akan digelar pada 25 November dan 2 Desember mendatang itu.
Baca Juga: Ahok Resmi Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Penistaan Agama
Berdasarkan informasi yang diterimanya, Tito mengatakan akan ada rencana makar di balik demonstrasi yang digelar sejumlah organisasi massa pada 25 November. Ditambahkannya, ada upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuk dan berusaha "menguasai" DPR.
Tito menegaskan berdasarkan undang-undang, menguasai gedung pemerintahan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum. Untuk itu Polri dan TNI akan melakukan pencegahan dengan memperkuat pengamanan di gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta.
"Ada upaya-upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha “menguasai” DPR. Kalau bermaksud untuk menguasai jelas itu melanggar hukum dan kalau itu bermaksud ingin menjatuhkan atau menggulingkan pemerintah itu termasuk makar," tegas Tito dikutip dari VOA INDONESIA, Selasa, 22 November 2016.
Klik Juga: Ditetapkan Tersangka, Mengapa Ahok Tidak Ditahan?
Tito menegaskan polisi melarang aksi 2 Desember yang dilakukan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI, karena akan mengganggu ketertiban umum. Sebab, aksi itu berencana melakukan salat Jumat di sepanjang Jalan Thamrin, Sudirman dan bundaran Hotel Indonesia.
Dalam aksi itu, massa akan menuntut polisi untuk segera menangkap dan memenjarakan gubernur non aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sebagai tuntutan lanjutan pasca ditetapkannya Ahok sebagai tersangka.
Kapolri mengakui bahwa aksi unjuk rasa atau menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak konstitusi warga, tetapi tetap harus menghargai hak asasi orang lain. Apabila aksi 2 Desember tetap dilaksanakan, maka polisi siap mengambil tindakan tegas.
Seluruh Polda se-Indonesia dilaporkan akan mengeluarkan maklumat soal larangan adanya mobilisasi massa dari luar daerah ke ibukota untuk mengikuti aksi 2 Desember nanti.
Lihat Juga: Janji Profesional Soal Kasus Ahok, Kapolri Pertaruhkan Jabatannya
Tito mengatakan sudah memerintahkan Kapolda Metro Jaya, Irjen M Iriawan untuk membuat maklumat melarang pengerahan massa dari daerah. Apabila tetap memaksa berangkat maka Polri akan melakukan tindakan, meskipun tidak dirinci lebih lanjut bentuk tindakan yang akan diambil.
Sementara, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan telah menyiapkan seluruh prajurit untuk mengantisipasi kerusuhan saat aksi 25 November dan 2 Desember mendatang. Namun untuk menghindari tudingan bahwa TNI melakukan pelanggaran HAM, maka menurutnya, para prajurit tidak akan dibekali persenjataan lengkap.
"Urusan TNI juga saya sudah perintahkan para Pangkotama menyiapkan prajurit-prajuritnya untuk dilatih dan disiapkan dengan sehat. Dan untuk diketahui masyarakat bahwa prajurit TNI sejak dia masuk, dididik, disumpah, para prajurit saya sudah memiliki syarat-syarat dari segi agama apapun yang dianut untuk melakukan jihad," kata Gatot.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline