RIAU ONLINE - Kala itu 1959, Mayjen (Purn) Eddie M Nalapraya sebagai komandan kompi di Batalyon Infanteri 330/Siliwangi ditugaskan menerobos masuk ke wilayah Permesta di Sulawesi Utara. Saat itu, Eddie masih berpangkat Letnan Dua.
Seorang prajurit, saat itu melapor bahwa ada kekuatan Permesta yang cukup kuat di sekitar Kota Bakan. Eddie kemudian segera mempersiapkan Kompi C untuk melakukan penyergapan. Dengan kekuatan penuh Eddie mengerahkan kompinya untuk menyerang dari segala sisi.
Pertempuran sengit terjadi dalam waktu singkat. Banyak korban dari Permesta yang jatuh, sementara satu prajurit TNI AD meninggal setelah tertembak di bagian perut. Prajurit bernama Syarif itu lalu segera dikebumikan.
Konon, menurut rekan-rekannya, Syarif kerap melontarkan kata-kata cabul saat masih di kapal menuju perang. "Memang tabu mengucapkan kata-kata jorok, mengambil barang orang lain, atau berbuat hal-hal yang tidak pantas sewaktu berada dalam medan pertempuran. Ada semacam pantangan yang tidak tertulis. Biasanya para prajurit memahami hal semacam itu," kata Eddie, dilansir INSTAGRAM Seputarduniamiliter19.
Hal serupa juga disampaikan Letnan (Purn) Supardi. Menurutnya, tabu bagi seorang prajurit bicara porno atau mengambil hak orang lain. Saat menumpas gerakan Republik Maluku Selatan, Supardi bercerita menyaksikan temannya tewas terkena peluru yang menembus helm baja.
Tentu saja peristiwa itu menimbulkan keanehan dan membuat Supardi dan rekan-rekannya bingung karena ada peluru yang bisa menemus baja. Setelah diperiksa, ternyata ditemukan emas yang disembunyikan di dalam helm.
Diduga, emas tersebut adalah hasil jarahan milik warga. "Ada juga yang tertembak di dada. Tahunya kita periksa di sakunya ada uang RMS, uang dari mana ini," kata pensiunan TNI kepada merdeka.com beberapa waktu lalu.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline