Menguak Misteri Hilangnya KRI Irian, Kapal Perang Terbesar Indonesia

KRI-Imam-Bonjol.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE - Pada masa Orde Lama, Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pernah memiliki sebuah kapal penjelajah ringan (light cruiser class) bernama KRI Irian.

 

Kapal dengan nomor lambung 201 ini adalah kapal terbesar di kawasan Asia dan belahan dunia bagian selatan. KRI Irian mampu menggetarkan Belanda yang saat itu memiliki Kapal Induk karel Doorman dalam situasi panas memperebutkan Irian Barat/Papua.

 

KRI Irian didatangkan oleh Presiden Soekarno untuk menghadapi Belanda. Berawal dari upaya modernisasi alusista TNI yang dirintis Mayjen A.H. Nasution yang kala itu adalah Menko Hankam/Kasab sejak 1957.

 

Kala itu, tim TNI menyambangi Amerika Serikat untuk mengajukan pinjaman untuk membeli alutsista, tapi tidak mendapat tanggapan. Kemudian, tim melanjutkan pencarian ke Moskow dengan maksud yang sama, dan proposal disetujui.

 

Pada awal 1960, Nkita Kruschev mengunjungi Jakarta dan menyetujui perjanjian pembelian alutsista dari Uni Soviet atas dasar kredit jangka panjang.

 

KRI Irian merupakan kapal penjelajah ordzhonikidze dari armada Baltik milik AL Uni Soviet yang dibeli Pemerintah Indonesia pada 1962. Dalam sejarah militer Soviet, tidak pernah mereka menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia.

 

Senjata utama dari KRI Irian adalah 4 buah turret/kubah, dimana setiap kubah berisi 3 meriam kaliber 6 inci/152 mm. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inci di geladaknya.

 

10 tabung torpedo antikapal selam kaliber 533 mm



12 buah meriam kapal B-38/L57 kaliber 152 mm (6 di depan, 6 di belakang)

12 buah meriam Model 1934/L56 kaliber 100 mm, ditempatkan dalam 6 kubah SM-5-1 (2 meriam per 1 kubah)

32 buah meriam multifungsi kaliber 37 mm

4 buah triple gun Mk5-bis kaliber 20 mm (untuk keperluan antiserangan udara)

 

Perlengkapan radar dari KRI Irian adalah:

1x radar penjejak udara Big Net atau Top Trough

1x radar penjejak udara High Sieve atau Low Sieve

1x radar penjejak udara Knife Rest

1x radar penjejak udara Slim Net

1x radar navigasi Don-2 atau Neptune

2x radar pengatur penembakan senjata Sun Visor

2x radar pengatur penembakan meriam kapal B-38, Top Bow

8x radar pengatur penembakan senjata Egg Cup

2x sistem jamming elektronik Watch Dog

 

Pada 1964, Kapal Penjelajahan sudah benar-benar kehilanngan efisiensi operasionalnya dan diputuskan untuk mengirim KRI Irian ke Galangan Kapal Vladivostok untuk perbaikan. Pada Maret 1964 KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Setelah perbaikan selesai, pada Agustus 1964, kapal menuju Surabaya dengan dikawal destroyer AL Soviet.

 

Setahun kemudian (1965), terjadi pergantian pemerintahan. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Soekarno. Kapal ini dibiarkan terbengkalai di Surabaya, bahkan terkadang digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto.

 

Kondisi kapal diperparah dengan embargo militer dari Uni Sovyet yang tidak searah dengan garis politik Soeharto yang pro barat dan anti komunis. Pada 1970, kapal ini mulai terisi air. Tidak ada orang yang peduli untuk menyelamatkan kapal penjelajah ini.

 

KRI Irian Jaya menghilang secara misterius. Isu yang beredar mengatakan kapal ini rencananya akan dibesituakan di Taiwan, namun kenyataannya kapal ini tak pernah ada di Taiwan. Pendapat lain mengatakan perjalanan KRI Irian dicegat oleh kapal Uni Soviet. Hingga kini, KRI Irian (Ordzhonikidze/Object 055) kapal perang paling besar yang pernah dimiliki TNI ini keberadaannya masih misterius.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline 

 

Sumber: MILITERMETER.com