Indonesia Darurat Kejahatan Korporasi, Walhi: Ada Apa dengan Kepolisian RI?

Kebakaran-Hutan-dan-Lahan.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINE - Berbagai peristiwa yang mencoreng komitmen Presiden Jokowi untuk menegakkan hukum terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) diperlihat ke publik. Tidak hanya mencoreng komitmen Presiden namun mengusik rasa keadilan bagi publik.

 

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah dengan berbagai alasan, antara lain tidak cukup bukti.

 

Namun, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati menegaskan di ruang yang lain penangkapan besar-besarn terhadap rakyat kecil dilakukan seakan tidak ada kompromi.

 

"Lemahnya wibawa negara di hadapan korporasi juga ditunjukkan dengan peristiwa penyanderaan petugas KLHK dan penghalangan sidak Badan Restorasi Gambut (BRG)," kata dia melalui siaran pers yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, Kamis, 8 September 2016.

Baca Juga: Lagi, Mahasiswa Tuntut Kapolda Riau untuk Lengser

 

Menurut Walhi, korporasi telah melakukan berbagai tindak kejahatan, baik terhadap lingkungan maupun kejaharan kemanusiaan yang terjadi dari hulu hingga hilir.

 

Di hulu, dalam berbagai kasus yang diadvokasi Walhi, kata Nur Hidayati, ditemukan tindak korupsi untuk memperoleh izin. Berdasarkan analisa walhi dengan organisasi masyarakat sipil lainnya, ditemukan pula berbagai bentuk modus operandi kejahatan korupsi yang dilakukan perusahaan.

 

Bahkan, menurut Nur Hidayati, korporasi juga melakukan kejahatan dalam rantai produksinya dalam land clearing dengan membakar yang mengakibatkan penghancuran ekosistem, kematian, dampak kesehatan masyarakat yang buruk, kerugian negara dan kerugian non materi lainnya.



 

Walhi mengatakan tindakan kejahatan tersebut dilakukan PT Musi Hutan Persada misalnya. Menurutnya, selain konsesinya terbakar dengan luasan mencapai sekitar 80.000 hektar, mereka juga melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dengan menggusur tanah dan ladang milik masyarakat Cawang Gumilir Musi Rawas Sumatera Selatan.

 

"Sudah 158 hari masyarakat tinggal di pengusian," ujarnya.

Klik Juga: Diduga Ada Oknum TNI/Polri Bekingi Korporasi Perambah Hutan

 

Nur Hidayati menegaskan, watak korporasi dalam menjalankan bisnis telah menghalalkan segala cara dengan menyuap, melanggatr hukum dana turan dan melanggar HAM.

 

Bahkan, lanjutnya, korporasi juga melakukan kekerasan, premanisme dan pendekatan keamanan, termasuk mengerahkan aparat keamanan (Polri/TNI) dan kelompok pamswakarsa selalu menjadi pola yang sistematis dan pada akhirnya terus melanggengkan konflik struktural.

 

Sebab itu, walhi mempertanyakan peran penegak hukum, yakni kepolisian dalam kasus-kasus struktural lingkungan hidup, terutama dalam kasus karhutla.

 

"Ada apa dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia? Polisi tidak hanya gagal menegakkan hukum, terutama hukum lingkungan, akan tetapi juga gagal menterjemahkan Undang-Undang, bahkan terkesan memelintir isi Undang-Undang," kata Nur Hidayati.

 

Walhi menilai, pada beberapa kejadian polisi memposisikan diri mewakili kepentingan korporasi, bahkan terlihat mulai berani berhadapan dengan negara. "Sementara korporasi mulai terang-terangan menunjukkan kedudukannya melampui negara," lanjutnya.

Lihat Juga: Menteri Siti Berang, Perusahaan Jangan Main-main

 

Nur Hidayati menyatakan berbagai peristiwa hukum yang terjadi dalam beberapa hari ini, harusnya dapat menjadi momentum bagi Presiden untuk menyatakan bahwa Indonesia berada dalam Darurat Kejahatan Korporasi.

 

Sebab itu, Walhi merekomendasikan agar Presiden Republik Indonesia melakukan evaluasi menyeluruh di tubuh POLRI juga TNI, dimana selama ini terindikasi menjadi backing korporasi terutama korporasi perusak lingkungan dan melakukan pelanggaran HAM. Memastikan reformasi di sektor keamanan dapat berjalan di tubuh institusi Kepolisian/TNI.

 

Selain itu, Mereview upaya penegakan hukum dalam kasus kebakaran hutan dan lahan dan kejahatan lingkungan hidup lainnya yang saat ini sedang berjalan, khususnya Kementerian/Lembaga Negara yang diberi kewenangan dan tugas menegakkan hukum. Mengingat proses penegakan hukum lingkungan yang berjalan saat ini, belum mampu menjangkau kejahatan korporasi.

 

Mengingat situasi darurat kejahatan korporasi ini, Walhi juga mendorong adanya pengadilan lingkungan hidup. "Pengadilan lingkungan hidup dibutuhkan karena kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang dilakukan oleh korporasi sudah pada tahap kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes)" tutupnya.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline