RIAU ONLINE - Dalam sejarah Indonesia, terpidana mati Freddy Budiman bukan gembong narkoba yang pertama kali di eksekusi.
Chan Ting Chong alias Steven Chan, seorang warga negara Malaysia atas kepemilikan 420 gram heroin, menjadi yang pertama kali dieksekusi di Indonesia pada 13 Januari 1995.
Bermula pada penangkapan seorang Malaysia, Maniam Manusamy di Hotel City, Jakarta pada 1985. Manusamy mengaku mendapat bayaran dari Chan Ting Chong, seorang pengusaha Malaysia.
Meskipun sempat menyangkal keterlibatannya, Chan ditangkap dan divonis hukuman mati pada Januari 1986. Sedangkan Manusamy dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, seperti dilansir RIAUONLINE.CO.ID dari Historia.id, Selasa, 16 Agustus 2016.
Pada Agustus 1986, Manusamy mengirim surat pengakuan ke Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa ia telah memberikan keterangan palsu. Namun, bukti baru itu tak mempengaruhi vonis hukuman mati. Upaya banding Chan ditolak Mahkamah Agung pada 1990 dan grasinya ditolak pada 1991.
Akhirnya, Chan menjalani eksekusi matinya pada 13 Januari 1995 di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. Chan menjadi orang pertama yang dihukum mati di Indonesia sejak Undang-Undang Narkotika diperkenalkan pada 1976.
Eksekusi mati Chan dilaksanakan setelah lima tahun warga Indonesia, Basri Messe dieksekusi mati di Malaysia atas kepemilikan 935 gram ganja kering.
“Banyak orang Indonesia dan Malaysia percaya bahwa eksekusi Chan Tin Chong sebagai balasan atas eksekusi Basri Masse,” tulis Sidney Jones dalam Making Money off Migrants: The Indonesian Exodus to Malaysia.
Poengky Indarti, direktur eksekutif Imparsial, lembaga nonpemerintah yang mengawasi dan menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia dalam rilisnya 18 Januari 2015 mengatakan, Sejak Chan Tien Chong diekskusi pemerintah Indonesia terus melakukan eksekusi mati dalam kasus narkoba.
Namun Indonesia, menurutnya menerapkan standar ganda. Di dalam negeri pemerintah menerpkan hukuman mati, sementara di luar negeri Indonesia justru mengajukan pengampunan terhadap warganya yang divonis hukuman mati.
"Ini justru merugikan Indonesia dalam diplomasi internasional untuk melindungi warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati,” ujar Poengky.
ukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline