RIAU ONLINE, JAKARTA - Kematian Wayan Mirna Salihin sempat menyedot perhatian publik sejak 6 Januari lalu. Wanita berusia 27 tahun itu dinyatakan meninggal lantaran senyawa sianida yang terkadung dalam segelas es kopi Vietnam yang ia minum saat bertemu dua rekannya, Jessica Kumala Wongso dan Hani di Restoran Olivier, Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta.
Otoritas Polda Metro Jaya yang mengambil alih kasus kematian Mirna dari Polres Jakarta Pusat menyatakan, sianida yang masuk ke tubuh Mirna memang dapat mengikis jaringan organ secara kimia.
“Penyebab utama kematian Mirna bukanlah kerusakan lambung yang tanpa sebab, namun diduga ada zat korosif,” ujar Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro Jaya Komisaris Besar Musyafa.
Tim forensik yang mengautopsi jenazah Mirna di Rumah Sakit Polri, Jakarta, memastikan lambung Mirna rusak. Zat korosif tersebut mereka ketahui, antara lain dari reaksi Mirna setelah mencecap kopi, yaitu mulut yang mengeluarkan buih dan tubuh yang menegang.
Kepolisian lantas menggelar prarekontruksi di Restoran Olivier, Senin (11/1/2016). Mereka melibatkan pula Tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) dan Tim Laboratorium Forensik dari Markas Besar Polri. (Baca Juga: Ini Alasan Penyidik Rahasiakan Bukti Rekaman CCTV Kematian Mirna)
Salah satu adegan pada prarekonstruksi tersebut memperlihatkan reaksi Mirna yang terkejut usai meminum kopi yang dipesannya.
Ketika itu, Hani, yang memperagakan reaksi Mirna usai menegak kopi, berulang kali mengulangi kalimat, "It's awful, it's so bad."
Usai prarekonstruksi, kepolisian membawa sejumlah barang bukti dari Restoran Olivier untuk kepentingan penyelidikan, antara lain kamera pengintai (CCTV) dan beberapa peralatan untuk menyeduh kopi Vietnam yang diteguk Mirna.
Kepolisian melanjutkan penyelidikan dengan menggeledah rumah Jessica di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Selasa (12/1/2016). Namun, penyelidik gagal menemukan celana yang dikenakan Jessica pada hari kematian Mirna.
Usai penggeledahan, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Krishna Murti, mengatakan Jessica merupakan saksi potensial dalam kasus kematian Mirna. (Baca Juga: Ini Misteri di Balik Sikap Tenang Jessica)
“Dia ada di tempat kejadian perkara, yang memesan kopi, yang membayar kopi dan yang menunggu korban. Itu fakta.” ujarnya.
Berdasarkan penyelidikan, kepolisian menyatakan Jessica datang ke Restoran Olivier lebih awal ketimbang Mirna dan Hani. Penyelidik mengatakan, Jessica pulalah yang memesankan dua cocktail dan es kopi Vietnam.
Sepekan berselang, kepolisian melakukan rekonstruksi ulang berdasarkan rekaman kamera pengintai milik manajemen restoran yang mereka sita.
Pada hari yang sama, pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto, mengatakan kliennya stres akibat berbagai pemberitaan yang dinilainya tidak berimbang.
“Jessica depresi karena media memberitakan seolah-olah dialah yang bersalah. Dia tidak bersalah,” ujar Yudi saat mendampingi Jessica di kantor Polda Metro Jaya.
Terkait kopi yang dipesan Jessica, ujar Yudi, itu merupakan permintaan Mirna. “Ada permintaan dari Mirna untuk pesan kopi Vietnam. Di Olivier, si Jessica hanya mem-booking saja," katanya.
Personel kepolisian kemudian meminta bantuan tiga psikiater forensik untuk memeriksa kondisi Jessica. Polda Metro Jaya juga melibatkan Kepolisian Federal Australia pada pengusutan kematian Mirna. "Ada informasi yang sedang kami cari dari Kepolisian Australia," ujar Krishna.
Ekspose ke Kejaksaan
Sebelum menetapkan tersangka pada kasus Mirna, kepolisian dua kali mengekspose hasil penyidikan mereka ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Pada ekspose pertama, Kejati menyatakan berkas penyidikan kasus Mirna tidak lengkap. "Ada beberapa hal yang harus dilengkapi. Nanti (nama tersangka) harus ada dalam berkas perkara," ujar Asisten Pidana Umum Kejati DKI Jakarta, Muhammad Nasrun, Selasa (26/1).
Usai ekspose, Kepolisian diketahui telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tanpa mencantumkan nama tersangka.
Usai ekspose kedua, Kepolisian dan Kejati mengaku telah mendapatkan hasil signifikan. Mereka pun sepakat, gelar perkara bisa segera dilakukan.
"Saya harus memimpin rapat dengan rekan-rekan penyidik dan nanti setelah rapat itu apa yang diputuskan dalam gelar perkara," ujar Krishna.
Jessica dicekal
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Heru Santoso Ananta Yudha, mengatakan institusinya telah menerbitkan surat cegah dan tangkal (cekal) ke luar negeri terhadap Jessica.
Pencekalan yang berlaku enam bulan atau hingga 26 Juni 2016 itu dilakukan atas permintaan kepolisian melalui surat No.R/541/I/2016/DATRO tertanggal 26 januari 2016.
Setelah ekpos kedua, kepolisian langsung melakukan gelar perkara hingga tengah malam. Jumat (29/1/2016), pada pukul 23.00 WIB, penyidik menetapkan Jessica menjadi tersangka pembunuhan Mirna.
"Penetapan dilakukan sehabis gelar perkara, jam 11 malam," kata Krishna.
Usai gelar perkara itu, penyidik langsung mencari Jessica di rumahnya. Namun, rumah tersebut kosong. Setelah ditelusuri, penyidik mengetahui keberadaan Jessica di sebuah Hotel Neo, di kawasan Mangga Dua.
Sabtu (30/1/2016), sekitar pukul 7.45 WIB, Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya menangkap Jessica di hotel tersebut.
Penyidik memeriksa Jessica kurang lebih selama 12 jam. Keputusan penahanan diambil kepolisian karena mereka khawatir Jessica akan melarikan diri, mengulang perbuatannya atau menghilangkan alat bukti.
"Penahanan berlaku untuk 20 hari. Jika penyidikan membutuhkan proses lanjutan, kami akan meminta jaksa memperpanjang masa penahanan," kata Krishna.
Kepolisian menjerat Jessica dengan Pasal 340 pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembunuhan berencana. Berdasarkan pasal itu, Jessica harus menghadapi ancaman pidana penjara minimal selama lima tahun dan maksimal selama 20 tahun atau hukuman mati.
Di sisi lain, Yudi mempertanyakan alat bukti yang digunakan polisi untuk menangkap dan menahan kliennya. Ia menduga bukti itu rekaan belaka.
"Siapa yang melihat, mendengar, mengalami, Jessica menaruh sianida? Itu saja yang perlu diungkap," katanya.
Dua sahabat
Jessica dan Mirna merupakan teman sekampus di Billy Blue College of Design, Sydney, Australia. Jessica adalah lulusan jurusan desain grafis kampus itu.
Jessica tinggal di Australia sejak 2008. Kepolisian menyebut Jessica jarang kembali ke Indonesia karena orang tuanya pun menetap di Australia sejak 2005.
Jessica pulang ke Indonesia, 5 Desember 2015, untuk mencari pekerjaan. Sejak itu, ia menjalin komunikasi dengan Mirna dan Hani dan sepakat untuk bertemu.
Pertemuan pertama Jesssica dan Mirna di Indonesia terjadi 12 Desember 2015. Saat itu Mirna mengajak suaminya untuk bertemu Jessica di sebuah restoran.
Pertemuan pertama itu berlanjut ke pertemuan kedua yang berlangsung di Restoran Olivier. Olivier, menurut Jessica, merupakan tempat yang ditentukan oleh Mirna. Sepulangnya dari Australia, Jessica mengaku tidak mengetahui banyak lokasi kopi darat di Jakarta.
Pada pertemuan kedua di Restoran Olivier, Jessica tiba dua jam lebih awal dari waktu yang ditentukan. Kepolisian mencatat, Jessica lantas memesankan es kopi Vietnam sesuai permintaan Mirna, dan cocktail serta fashioned fazerac untuk dia dan Hani.
Es kopi vietnam yang ia pesan ternyata menewaskan Mirna. Hasil uji laboratorium forensik Mabes Polri menunjukkan, kopi itu dibubuhi tiga gram racun sianida, dosis yang dapat menewaskan lima orang sekaligus.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline