RIAU ONLINE, PEKANBARU - Staf Ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Basuki Wasis menilai Indonesia sebenarnya telah memiliki cukup lahan untuk bisa hidup dari hutan. Namun karena salah urus, masyarakat selalu merasa kurang sehingga terjadilah kerusakan hutan.
Basuki membandingkan keadaan Indonesia dengan Finlandia. Menurutnya dibandingkan dengan Indonesia yang lebih luas lahan hutannya, Finlandia tak pernah kekurangan dengan hutan yang luas lahannya lebih sedikit ketimbang Indonesia.
"Jika dibandingkan dengan Finlandia, disana panen pohon itu baru diperbolehkan setelah 100 tahun. Tapi hebatnya disana masyarakatnya masih bisa hidup dari hutan. Sedangkan di Indonesia, akasia yang cuma 10 tahun saja bisa dipanen tapi kenapa tak bisa hidup dengan baik dari hutan?" ujar Basuki dalam media briefing yang ditaja oleh Jikalahari, Selasa (22/12/2015). (KLIK: Komitmen Korporasi HTI Hanya Untuk Pencitraan)
Lelaki yang juga merupakan dosen Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor ini memandang hal ini disebabkan minimnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah sehingga terjadi hal demikian. "Jika di Finlandia itu pengawasan dan penegakan hukum itu memang benar dilakukan secara benar, beda dengan disini kan," ujarnya.
Wakil Koordinator Jikalahari, Made Ali juga menimpali bahwa penegakan hukum di Indonesia terkait lingkungan masih sangat jauh dari harapan. Ia mengatakan KPK dalam masa kepemimpinan Abraham Samad juga tak bisa dinilai terlalu sukses karena tak ada satupun pemilik perusahaan dijadikan tersangka.
"Kita tak bisa juga mengatakan KPK dalam kepemimpinan Abraham Samad itu sukses karena memang tak sukses-sukses amat. Lihatlah berapa banyak pengusaha HTI yang dijadikan tersangka dalam kepemimpinannya? tak ada. Tak ada satupun," keluhnya.
Made mengecewakan hal tersebut. Menurutnya baik penyuap dan penerima suap harusnya sama-sama diberikan sanksi pidana sesuai dengan aturan yang berlaku. Sejauh ini kasus korupsi kehutanan hanya menjerat pejabat daerah, sebut saja, mantan Bupati Siak Ariwn, mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafar, manta Kepala Dinas Kehutanan Syuhada Tasman dan Burhanudin Husin, terakhir Gubernur Riau Rusli Zainal. Padahal kata made, dalam pledoi para terdakwa terlihat jelas keberatannya penyidik KPK tidak sedikit pun menyentuh korporasi.
"Dalam UU Tipikor kan jelas bahwa yang dihukum itu pmberi suap dan penerima suap. Sedangkan selama ini yang ditangkap dan dihukum hanya penerima suapnya saja. Harusnya KPK juga menangkap dong para bos perusahaan itu. Jangan melulu orang lokal saja yang ditangkap. Itu pemilik perusahaan senang-senang di Singapura, Eropa, kita yang makan asap," tandasnya tegas.