RIAU ONLINE - Patah hati kerap kali terjadi bagi seseorang yang gagal dalam urusan percintaan. Banyak alasan buat orang jadi patah hati. Baik itu ditinggal kekasih pergi, atau malah ditinggal untuk selamanya. Tanpa disadari, larut dalam kesedihan karena patah hati berdampak buruk bagi kesehatan dan pribadi seseorang, namun pada akhirnya berujung pada kematian.
Dikutip dari Kompas.com, kisah pasangan sejati yang meninggal tak lama setelah pasangannya meninggal, sudah sangat sering terjadi. Menurut penelitian selama sembilan tahun, hal tersebut benar dapat terjadi dan disebut sebagai 'broken heart syndrome' atau sindrom patah hati. (KLIK: 7 Bahan Alami Ini Buat Kulit Lembut)
Lewat penelitian yang dilakukan oleh Nichloas A. Christakis of Harvard dan Felix Elwert dari University of Winconsin, keduanya menganalisa 373.189 pasangan berusia tua di Amerika Serikat selama sembilan tahun. Mereka berfokus untuk melihat apakah benar saat pasangannya meninggal, seseorang juga menyusul dan mencari tahu alasan dibaliknya.
Christakis dan Elwert menemukan bahwa benar saja, jika pasangannya meninggal, maka kesempatan belahan jiwanya menyusul kian meningkat selama tiga bulan. Dalam kasus suami yang ditinggal oleh istrinya, peningkatan kematian naik 18 persen. Sedangkan untuk istri yang ditinggal suami, peningkatannya naik 16 persen. (LIHAT: 54 Warga Dusun di Inhu Ini Terjangkit Chikungunya)
"Kematian pasangan, apapun alasanya dapat menjadi ancaman signifikan untuk kesehatan dan meningkatkan resiko kematian, apapun penyebabnya," tulis penelitian tersebut.
Dr. Barbara Messinger-Rapport menyebutkan bahwa kondisi emosional traumatis atas kehilangan orang terkasih sungguh dapat menyebabkan nyeri pada bagian dada dan gagal jantung secara tiba-tiba.
Hal ini disebabkan oleh hormon yang tak menentu. "Ketika menghadapi kejadian mendadak yang menakutkan, tubuh benar-benar akan memproduksi lebih banyak adrenalin. Dalam jumlah banyak, itu cukup menjadi racun untuk jantung,"