RIAUONLINE, PEKANBARU - Kepala Badan Lingkungan Hidup Riau Yulwirawati Moesa membantah pernyataan Kuasa Hukum Kementerian LHK Umar Suyudi yang menyebutkan pemerintah daerah yang mengalami bencana asap takut mengambil langkah hukum untuk menggugat perusahaan pembakar lahan dengan alasan mengganggu investasi.
"Tidak benar itu, kami tidak takut," katanya, seusai Rapat Kordinasi Pencegahan Karhutla bersama pihak persahaan, di Kantor Gubernur Riau. Senin, (19/10/2015). (KLIK: PPNS Kemen LHK Selidiki 16 Perusahaan Pembakar Lahan Riau)
Menurut Yulwirawati, pihaknya bersama Kementerian LHK perlu melakukan ferivikasi terlebih dulu membuktikan kebenaran kasus kebakaran di atas lahan konsesi. "Kita sama-sama memutuskan. Ada dasar hukum yang perlu kita bahas bersama. Kita sama-sama bekerja. Tidak ada yang takut," dia membantah.
Sebelumnya, Kebakaran hutan yang kerap terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia membuat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan turun tangan langsung. “Kami yang tangani sendiri, pemda mana peduli?” ujar Umar Suyudi, kuasa hukum Kemenhut. Sebagaimana dikutip RIAUONLINE.CO.ID dari laman Tempo.co.
Umar mengatakan bahwa pihaknya sudah sering mengajak pemda setempat untuk bekerja sama tetapi pemda terus berdalih. “Sudah sering kami undang untuk verifikasi langsung ke lokasi lahan yang terbakar dan juga tawarkan mau ikut menggugat, tapi Pemda seakan tidak peduli. Saya masih ingat, waktu itu kami mengundang Pemda Aceh tapi mereka sama sekali tidak mau datang,” tutur Umar. (BACA: Status Darurat Asap Diperpanjang 2 Pekan)
Kata Umar, alasan pemda antara lain, tidak memiliki dana dan tidak memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk melakukan itu semua. Mengenai peristiwa ini, Umar mengatakan, “Bukan tidak mungkin pemda segan karena pendapatan dari pajaknya berkurang bila ikut menuntut. Bukan juga tidak mungkin jika dari perusahaan-perusahaan pembakar tersebut, ada pejabat dan aparat di belakangnya.”
Yang paling menyakitkan, menurut Umar adalah ketika pihak pemerintah daerah malah menjadi saksi fakta dari perusahaan yang membakar lahan dan malah melawan Kemenhut. “Waktu itu dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan malah jadi saksi fakta tergugat. Kan parah,” ucapnya.
Dugaan lain, menurut Umar, gubernur dan bupati tersebut mendapat sokongan dana saat pilkada dari para pengusaha yang memiliki lahan di sana. “Mungkin mereka sungkan karena dulu Pilkada dibiayai mereka,” katanya. (LIHAT: Proses Hukum Perusahaan Pembakar Lahan Terus Berjalan)
Sejauh ini, kata Umar, dari 15 perusahaan baru 12 saja yang ditinjau langsung ke lapangan dan ememang ditemukan fakta bahwa hutan tersebut dibakar. “Tinggal 3 perusahaan yang belum kami tinjau,” ucap Umar. Namun begitu, 15 perusahaan ini memang sudah dibidik dan berencana akan dituntut.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelumnya juga telah memberikan sanksi empat perusahaan yang diindikasi melakukan pembakaran hutan. Tiga dari empat perusahaan tersebut mendapat sanksi pembekuan izin, yakni PT TPR, PT WAJ dan PT LIH. Sedangkan PT HS, mendapat sanksi pencabutan izin melalui Keputusan Menteri nomor S840 tahun 1999 karena areal terbakar mencapai lebih dari 500 hektar.