JEMBATAN Leighton alias Jembatan Siak I tak terlihat jelas dari jembatan Siak III hanya berjarak tak lebih dari 200 meter di sebelahnya, Kamis (17/9/2015). Gambar diambil pukul 09.30 WIB.
(RIAUONLINE.CO.ID/FAKHRURRODZI)
RIAU ONLINE, PEKANBARU – Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Pekanbaru menyesalkan lambatnya pemerintah hadir dalam mengatasi masalah kebakaran lahan dan asap yang ada di Riau. Padahal kondisi ini telah terjadi sejak 18 tahun lalu.
Asap yang umurnya telah dewasa jika disetarakan dengan umur seorang manusia ini menurut Konselor P2TP2A, Herlia Santi akan sangat membahayakan kondisi anak-anak, baik itu yang balita maupun yang masih berada dalam kandungan. Santi menuturkan asap akan berakibat pada gangguan fisik dan mental pada janin ketika telah lahir nanti. (BACA: Titik Panas Sumatera Melonjak 674)
“Bagi janin, ketika sudah lahir dan menjadi bayi dapat berakibat pada keterbelakangan mental atau idiot. Asap juga dapat menyebabkan kecacatan bagi bayi karena sejak dalam kandungan telah terpapar asap secara rutin. Dan hal itu diperparah dengan kondisi yang sama ia terima secara rutin tiap tahunnya,” ucap Santi ketika ditemui RIAUONLINE.CO.ID Senin (28/9/2015).
Perempuan yang juga aktif di organisasi perempuan dan anak ini menambahkan, bagi balita yang lahir dan besar dalam keadaan terpapar asap secara rutin tiap tahun juga memiliki resiko yang tak kalah besar. Resiko keterbelakangan mental atau idiot juga membayangi mereka. Dan penyakit pernapasan akut akan diderita oleh mereka sejak awal karena kondisi anak memang jauh lebih rentan ketimbang orang dewasa.”
Santi mengataka,n negara tidak dirasakan kehadirannya walaupun mereka mengatakan telah mengupayakan tindakan semampu mereka. Namun faktanya asap masih juga menyelimuti wilayah Riau. Pemerintah dianggap tak mampu menyelesaikan pokok masalah asap sehingga asap sendiri tak kunjung hilang.
“Kita telah mengadukan hal ini kepada Komisi Nasional HAM beberapa hari lalu ketika salah satu komisionernya datang kemari untuk mencari fakta lapangan terkait masalah asap juga. Kita telah menunjukkan banyak fakta terkait bagaimana kondisi lapangan yang sesungguhnya yang kita derita sebagai korban. Bukan sebagai pemerintah. Kita menganggap bahwa pemerintah sesungguhnya tidak hadir dalam masalah asap Riau ini,” tandas Santi.
Asap beberapa bulan terakhir ini memang menjadi masalah prioritas yang hendak diselesaikan oleh pemerintah Provinsi Riau. Namun meskipun telah 18 tahun terjadi, pemerintah dianggap gugup karena tak kunjung bisa menyelesaikan asap yang terus berulang ini.
Untuk daerahnya sendiri, asap terjadi di pulau Sumatera dan Kalimantan. Untuk Sumatera, akhir-akhir ini Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat hotspot api yang ada di Riau sangat minim bahkan seringkali nihil. Namun asap yang berasal dari wilayah selatan seperti Babel, Bengkulu terutama Sumsel dan Jambi menjadi penyumbang asap Riau. Riau menjadi destinasi asap yang ada di Riau.
Ketua BMKG Pekanbaru, Sugarin sering mengatakan bahwa kondisi angin Riau yang kalem dan tenang membuat asap terhenti dan cukup lama tertahan di Riau. ini menjadi sebab utama tebalnya asap kendati titik api tak terdeteksi di Riau.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline