RIAUONLINE, PEKANBARU – Adanya dugaan aliran dana gelap sebagai sumber keuangan partai politik yang disinyalir berasal dari 'perselingkuhan' antara partai dengan penguasa maupun pengusaha ditanggapi akademisi Universitas Riau. Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Dr. Hasanuddin MSi membenarkan idiom yang sudah melekat dalam kultur politik di Indonesia.
Alumnus sarjana Ilmu Pemerintahan Universitas Hasanuddin, Makassar ini menilai 'perselingkuhan' sudah menjadi kelumrahan bagi praktisi politik maupun kader partai. Hasan melihat hal itu dilakukan lantaran suatu keterpaksaan bagi partai. (KLIK: Akademisi: Negara Telah Disandera Partai Politik)
“Perselingkuhan antara Partai Politik dan para cukong maupun kartel atau mafia itu sebenarnya bagian dari keterpaksaan dari partai untuk melakukannya. Karena hanya dengan seperti itulah partai dapat tetap hidup dan berjalan. Katakanlah ikatan ini dilepas lalu apakah ada jaminan ketika itu dilepas, partai bisa menjadi sehat hidupnya?” ujar lelaki kelahiran Nusa Tenggara Timur ini, Senin (21/9/2015). Dalam diskusi publik dengan tema transparansi keuangan partai, digelar Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) RIau.
Hasan mengatakan, ketika ikatan itu dilepas maka besar kemungkinan maka kelangsungan hidup partai politik di Indonesia akan terancam. Ia khawatir hal bakal berdampak pada iklim politik di Indonesia. (LIHAT: Tata Kelola Keuangan Buruk, Ini Jawaban Partai)
"Maka wajar jika partai berusaha memutar kepala untuk mencari sumber penghidupan partai untuk menghindari lumpuhnya roda organisasi di partai."
“Ini adalah bagian dari dampak dari kultur politik dalam masyarakat. mahalnya cost politik membuat partai harus bisa mencari calon yang mampu membiayai dirinya sendiri dan menyokong finansial partai walaupun sebenarnya biaya kampanye merupakan tanggung jawab besar kepada partai. Makanya kita juga harus realistis melihat. Seberapa besar bantuan baik dari APBN dan APBD bisa mengakomodir semua operasional partai? Hanya sebagain kecil saja,” ucap Hasan lugas. (BACA: Alexander Yandra: Parpol Pilar Korupsi)
Hasanuddin memberikan solusi untuk mengubah fenomena itu, partai bisa diberikan tambahan anggaran lebih oleh negara, baik dari APBN maupun APBD. “Caranya adalah kita menambah anggaran bantuan subsidi ke partai dari uang negara, atau jangka panjangnya adalah dengan merubah paradigma masyarakat kita yang menilai bahwa cost politik itu harus mahal dan bermodal besar. Yang sulitnya adalah hal itu telah menjadi bagian dari kultur masyarakat kita.”
Divisi Hukum Fitra Riau, Triono Hadi, sebelumnya telah memberikan solusi bahwa partai harus membuat sumber keuangan yang mandiri yang berasal dari bentuk usaha dari partai. Sehingga sumber keuangan partai sifatnya lebih jelas dan tetap.
“Dengan adanya usaha mandiri dari partai politik, selain partai dianggap lebih bersih dan sumbernya lebih jelas, ini merupakan sebuah spirit baru untuk merubah paradigma berpikir tata kelola keuangan partai yang cenderung gelap dan tidak jelas,” ujar Triono.