RIAU ONLINE, PEKANBARU - Masalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang sudah terjadi puluhan tahun harus diselesaikan dari hulunya. Langkah reaktif hanya akan berdampak sementara, tidak akan menghentikan kejadian kebakaran hutan.
Demikian dikatakan peneliti gambut Universitas Riau, Haris Gunawan, Rabu (9/9/2015). "Yang harus diselesaikan adalah masalah hulunya, bagaimana gambut yang sekarang mudah terbakar itu tetap basah sehingga tidak mudah terbakar. Perlu perencanaan," kata Haris.
Haris mengungkapkan, gambut di wilayah Sumatera dan Kalimantan kini mudah terbakar karena maraknya konversi lahan. Bentang alam gambut berubah. Area gambut dengan biodiversitas beragam dan basah disulap menjadi area perkebunan dengan satu jenis tanaman dan dikanalisasi untuk mendukung budidaya. Akibatnya, gambut kering dan mudah terbakar.
Melihat akar masalah tersebut, Haris menuturkan bahwa penyelesaian masalah kebakaran hutan tidak cukup hanya dengan bom air dan pencarian pelaku pembakaran.
"Saya setuju ada penegakan hukum. Saya setuju ada pemberdayaan masyarakat. Tapi bukan cuma itu yang perlu dilakukan," katanya. Kebakaran hutan yang telah berlangsung selama dua minggu terakhir harus sekali lagi menjadi momentum memperbaiki tata kelola hutan dan gambut.
"Sekat kanal itu bagus dalam skala mikro. Nah sekarang, bagaimana kita memasifkan itu. Kemudian yang terpenting adalah melestarikan kubah gambut. Kita harus hutankan kembali," ungkapnya.
Pemerintah, kata Haris, juga harus bisa meyakinkan kalangan bisnis bahwa kebakaran hutan dan lahan pada akhirnya akan merugika n ekonomi. Kalau hutan dan gambut terus dieksploitasi, bencana asap akan terus terjadi dan makin besar.