RIAU ONLINE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap penyebab mahalnya harga obat di Tanah Air dibandingkan negara tetangga.
Menurut Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reny Yanita, tingginya harga obat di Indonesia berkaitan dengan utilitas industri farmasi. Utilitas industri dibentuk oleh tinggi rendahnya permintaan yang masuk.
“Kalau harga hubungannya ke utilisasi, kalau utilisasinya baru 50 persen, dia akan jual lebih mahal lagi, itu utilisasi itu kan yang bentuk kan demand,” kata Reny di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip dari kumparan, Rabu, 10 Juli 2024.
Dicontohkan Reny, jika kapasitas mesin industri ini dalam posisi 100 persen, lalu industri memproduksi produk sebanyak 80 persen, tetapi yang laku di pasaran hanya 50 persen, maka produksi selanjutnya hanya akan 50 persen.
“Sementara untuk biaya energi sama, pasti kan biaya jadi lebih mahal,” tambah Reny.
Reny menyebut hal ini yang melatarbelakangi Kemenperin terus mengampanyekan penggunaan produk dalam negeri. Satu di antaranya tujuannya, agar harga produk industri lokal dapat lebih terjangkau.
“Kenapa kita kan menggaung-gaungkan produk lokal, karena itu tadi, kalau belinya banyak akan meningkatkan utilisasi, kalau utilisasinya naik harganya lebih murah,” imbuh Reny.
Sementara itu, kata Reny, Kemenperin tengah berencana menggalakkan produksi bahan baku industri farmasi nasional.
“Kita mau menggalakkan bahan baku obat nasional yang sudah diproduksi kan, kalau sudah bisa kita cek,” tutup Reny.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengungkap harga obat dan alat kesehatan (alkes) di Indonesia masih mahal.
Contohnya, Budi Gunadi menyebut, perbedaan harga obat di Indonesia dan Malaysia mencapai 3-5 kali lipat. Ini juga terjadi karena inefisiensi perdagangan hingga tata kelola.
Padahal, kata dia, Presiden Jokowi sudah meminta agar harga obat dan alkes bisa sama murahnya dengan negara tetangga.
Dia (Jokowi) ingin agar harga kesehatan dan obat-obatan itu bisa sama, dong, dengan negara-negara tetangga. Kan, kita harga alat kesehatan dan obat-obatan mahal. Yang nomor dua, beliau juga pesan obat-obatan dan alat kesehatan industri dalam negeri dibangun supaya bisa lebih di-resilliance Indonesia kalau ada pandemi lagi," kata Budi Gunadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.
Budi Gunadi menilai mahalnya harga obat dan alkes di Indonesia tidak terlepas dari industri kesehatan di Tanah Air yang belum maju. Menurutnya, kondisi itu karena inefisiensi jalur perdagangan dan tata kelola.
"Mesti dibikin lebih transparan dan terbuka sehingga tidak ada peningkatan harga yang unreasonable, deh, atau unnecessary dalam proses pembelian alkes dan obat-obatan. Itu, kan, itu lebih masalah tata kelola dan desain proses pembelian kita itu seperti apa," ujar Budi Gunadi.