RIAU ONLINE - Memiliki masalah jerawat? Nah, mungkin Anda berada pada risiko depresi lebih tinggi dibanding rekan-rekan Anda yang tak memiliki masalah sama.
Hal tersebut terungkap setelah tim peneliti asal Kanada menemukan bahwa orang dengan jerawat, secara signifikan memiliki risiko terkena depresi berat dalam lima tahun pertama setelah diagnosis.
"Studi ini menyoroti hubungan penting antara penyakit kulit dan penyakit jiwa," kata penulis utama penelitian, Isabelle Vallerand, seorang mahasiswa PhD di University of Calgary, Kanada seperti dilansir Suara, Kamis 8 Februari 2018.
Untuk penelitian yang dipublikasikan dalam The British Journal of Dermatology, para peneliti memasukkan data dari The Health Improvement Network (THIN) tahun 1986 hingga 2012. Basis data mencakup 134.427 lelaki dan perempuan berjerawat, serta 1.731.608 lelaki dan perempuan tanpa jerawat.
Peneliti lalu mengikuti mereka selama rentang waktu 15 tahun. Sebagian besar dari responden penelitian berusia di bawah 19 tahun saat awal penelitian.
Meskipun sebenarnya, rentang usia mereka mulai dari usia tujuh sampai 50 tahun. Tim peneliti kemudian menemukan bahwa risiko depresi tertinggi muncul saat 1 tahun pertaama diagnosis jerawat. Risiko depresi tersebut mencapai 63 persen lebih tinggi dibandingkan dengan individu tanpa jerawat, meski kemudian terus menurun.
Kata peneliti, hasil ini menunjukkan pentingnya pemantauan dari dokter untuk gejala mood pada pasien berjerawat dan segera memulai perawatan depresi atau mencari konsultasi dari psikiater.
"Mengingat risiko depresi paling tinggi ada pada periode setelah pasien mengakui kepada dokter untuk masalah jerawat, ini menunjukkan seberapa besar dampak kulit kita terhadap kesehatan mental secara keseluruhan," papar Vallerand.
Karena kata Vallerand, seorang penderita jerawat akan menganggap bahwa kondisinya lebih dari sekadar cacat kulit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan mental yang harus ditangani secara serius.(2)