RIAU ONLINE, LONDON- Brian hanya bisa menyasali kebodohannya setelah sang istri Erin Lee Hitchens meninggal.
Selama ini dia dan sang istri percaya bahwa virus corona hanya sebuah kebohongan atau konspirasi semata.
Keduanya beranggapan bahwa virus corona hanya sekadar penyakit serupa influenza atau pilek pada umumnya.
Brian dan Erin pun enggan mengikuti protokol kesehatan dengan menggunakan masker saat keluar rumah atau menjaga jarak sosial.
Semua masih terasa baik-baik saja, hingga akhirnya keduanya jatuh sakit pada Mei 2020 akibat tertular virus corona.
Erin yang berusia 46 tahun mengalami asma kambuh dan kesulitan untuk tidur.
Hal ini menjadi penyesalan yang sangat mendalam bagi sang suami. Brian menjelaskan, bahwa mereka tidak pernah mengikuti kebijakan untuk menghindari penularan virus corona selama pandemi karena klaim-klaim hoaks yang ia temukan di internet.
Selama ini, Brian bekerja sebagai sopir taksi dan bekerja keras untuk membeli obat untuk sang istri. Di sisi lain, ia tidak pernah mengikuti protokol kesehatan.
Keduanya langsung mencari pertolongan setelah merasa sakit pada Mei. Namun kondisi Erin semakin buruk kian hari.
Erin yang merupakan seorang pastor di Florida, Amerika Serikat, pun meninggal pada awal Agustus 2020 karena masalah pada jantung yang diakibatkan oleh virus corona.
“Saya berharap saya mendengarkan (arahan protokol kesehatan) sejak awal,” kata Brian dilansir BBC.
“Ini adalah virus yang memberikan dampak berbeda pada setiap orang. Saya tidak bisa mengubah masa lalu. Saya hidup di hari ini dan akan membuat pilihan yang lebih baik di masa depan.”
“Dia (Erin) tidak lagi kesakitan, namun ia sudah dalam damai. Saya melewati masa-masa saya merindukannya namun saya tahu dia ada di tempat yang lebih baik,” sesalnya.
Selama ini, Brian dan Erin mempercayai berbagai konspirasi terkait COVID-19. Begitu sulit untuk mereka yakin bahwa virus corona benar-benar ada dan berbahaya. Namun kini Brian menceritakan pengalamannya di media sosial.
Ia memanfaatkan media sosial, tempat ia mendapat informasi palsu dan keliru mengenai Corona. Ia berharap ceritanya dapat membuat netizen lain bisa terselamatkan dari nasib yang menimpanya.
Dokter dan ahli memperingatkan bahaya tidak langsung yang disebabkan oleh rumor, teori konspirasi, dan informasi kesehatan yang salah di internet. Bahanya sangat besar, terutama soal konspirasi anti-vaksinasi.
Di sisi lain, perusahaan media sosial telah berupaya untuk mengatasi informasi hoaks tentang virus corona di platform mereka. Para kritikus berpendapat bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran hoaks.
"Kami tidak mengizinkan kesalahan informasi yang berbahaya di platform kami. Pada April dan Juni kami telah menghapus lebih dari tujuh juta informasi salah terkait COVID-19, termasuk klaim yang berkaitan dengan pengobatan palsu atau saran bahwa jarak sosial tidak efektif,” kata juru bicara platform media sosial Facebook.
Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com