RIAU ONLINE, BEIJING-residen China Xi Jinping meminta personel militernya untuk siaga dan menambah anggaran keamanan. Apakah ini berkaitan dengan protes Amerika Serikat tentang tudingan virus corona?. Sebelumnya Amerika dan sekutunya memojokkan China tentang virus corona.
Lantas apakah ini pertanda perang?
Tensi geopolitik Amerika Serikat (AS) dengan China kembali naik. Pemicunya adalah merebaknya pandemi Covid-19.
Presiden AS Donald Trump menuding China menutupi fakta soal asal muasal virus corona yang jadi penyebab pandemi. Mantan taipan properti AS itu juga menuding China telah gagal menangani wabah sehingga menyebabkan lebih dari 200 negara dan teritori terjangkiti, tak terkecuali AS.
Donald Trump menjadi gusar karena lebih dari 1,6 juta warga AS dinyatakan positif terjangkit Covid-19. Upaya untuk mengendalikan agar wabah tak merebak melalui lockdown di berbagai negara bagian membuat perekonomian AS terpuruk.
Di tengah kondisi yang kompleks ini Presiden Negeri Tirai Bambu meminta personel militernya untuk bersiaga. Dikutip dari Global Times dan South China Morning Post, ia bahkan memerintahkan militer mengeksploitasi cara-cara pelatihan dan persiapan perang.
Parade militer China/REUTERS/Jason Lee
"Penting juga untuk meningkatkan persiapan pertempuran bersenjata dan kemampuan militer untuk melakukan misi," ujarnya.
Tak hanya itu, China juga menaikkan anggaran untuk pertahanannya hingga 6,6% untuk tahun ini menjadi RMB 1.268 miliar atau setara dengan US$ 178,6 miliar. Kenaikan anggaran ini jauh lebih tinggi dari perkiraan analis yang hanya sebesar 3% saja mengingat ekonomi Tiongkok juga anjlok karena didera pandemi.
Sejatinya China sudah tak terlalu agresif dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor pertahanan dalam beberapa tahun terakhir. Sejak tahun 2016, pertumbuhan anggaran pertahanan Negeri Panda sudah turun menjadi single digit.
Anggaran yang dipatok lebih tinggi dibanding perkiraan analis tersebut ditengarai karena prospek pertumbuhan ekonomi China yang masih terbilang baik, mengingat ekonomi China ditopang oleh permintaan domestik dan negara itu jadi yang pertama kali lepas dari jeratan belenggu pandemi Covid-19.
Mengutip Global Times, beberapa alasan lain mengapa China menaikkan anggaran pertahanannya lebih besar dari perkiraan adalah karena sistem keuangan yang fleksibel, sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan realokasi anggaran terutama dari pos-pos yang dinilai kurang mendesak.
Walaupun setiap tahunnya China melaporkan anggaran militer miliknya, tetapi angkanya sering berbeda dengan estimasi yang dilakukan oleh pihak eksternal China. Ambil contoh saja pada 2019, mengacu pada laporan Kongres Rakyat Nasional (NPC), budget pertahanan China dipatok sebesar US$ 177,5 miliar.
Namun angka ini jauh lebih rendah dari estimasi The Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) yang memperkirakan angkanya bisa mencapai US$ 261,1 miliar. Artinya ada perbedaan lebih dari US$ 70 miliar.Perbedaan ini dipicu oleh pandangan global yang menilai bahwa China tak transparan dalam melaporkan anggaran pertahanan miliknya. Merespons tudingan ini,
Zhang Yesui selaku juru bicara NPC ke-13, mengatakan pada konferensi pers pada hari Kamis (21/5/2020) bahwa China telah mengirimkan laporan tentang pengeluaran militernya kepada PBB setiap tahun sejak 2007.
"Dari mana uang itu berasal dari bagaimana uang itu digunakan, semuanya dipertanggungjawabkan," kata Zhang, mencatat tidak ada yang namanya "pengeluaran militer yang tersembunyi," ujarnya seperti dikutip dari Global Times.
Jika secara nominal, anggaran untuk pertahanan China pada 2019 mengacu pada data SIPRI merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah rivalnya yakni AS yang bertengger di posisi pertama dengan total anggaran US$ 718,7 miliar.
Di posisi ketiga setelah China ada India dengan anggaran mencapai US$ 70,8 miliar dan di peringkat keempat ada Rusia dengan total anggaran pertahanan miliknya yang mencapai US$ 64,1 miliar.
The Global Times melaporkan Cina telah mempertahankan rasio belanja militernya terhadap PDB di bawah 2% dalam tiga dekade terakhir, sementara negara-negara besar lainnya seperti AS telah menjaga rasio ini menjadi 3 - 4% dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan anggaran sebanyak itu, ke mana saja alokasinya? Pengeluaran pertahanan Tiongkok dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu biaya personil, biaya pemeliharaan pelatihan dan pembelian peralatan, menurut Kementerian Pertahanan Nasional China.
Militer Cina perlu mendapatkan sejumlah besar senjata dan peralatan canggih yang mahal untuk menggantikan senjata yang sudah 'usang' yang konon kabarnya jumlahnya sangat banyak. Hal ini terlihat dari peningkatan alokasi anggaran untuk pos ini sejak 2013.
Disamping itu, kenaikan anggaran militer China juga dialokasikan untuk meningkatkan intensitas pelatihan; seiring dengan meningkatnya inflasi, manfaat prajurit dan perwira juga perlu ditingkatkan.
China bahkan dikabarkan membangun kapal induk (aircraft carrier) ketiganya dan yang ini adalah versi lebih canggih dari sebelumnya. China juga dilaporkan mengembangkan apa yang disebut senjata pembom jarak jauh.
Jumlah senjata modern seperti jet tempur J-20 dan perusak besar Tipe 055 dinilai masih kurang dibandingkan dengan jet tempur F-35 yang berpotensi bermusuhan dan kapal perang canggih milik AS dan sekutunya di sekitar China.
Jika melihat catatan sejarah, Tiongkok memang tidak pernah berperang dalam beberapa dekade terakhir. Negeri Tirai Bambu itu sangat bergantung pada pelatihan untuk mempertajam dan mempertahankan kesiapan tempur.
Song Zhongping, seorang ahli militer China mengatakan kepada Global Times bahwa kenaikan sebesar 6,6% tersebut bukanlah angka yang besar, bahkan di tengah situasi pandemi seperti ini yang membuat ekonomi China jatuh.
Lebih lanjut Song mengatakan bahwa kenaikan anggaran tersebut tidak memecahkan masalah jangka panjang China terkait dengan kurangnya dana militer. Namun Song melihat ini merupakan proses peningkatan yang bertahap.
Kenaikan anggaran militer Tiongkok terjadi saat AS menjadi semakin agresif dan telah melakukan provokasi militer berulang-ulang terhadap Cina di daerah-daerah seperti Laut Cina Selatan dan Selat Taiwan. Menurut para pengamat militer keduanya menghadapi risiko eskalasi konflik menjadi konfrontasi militer yang sebenarnya.
AS telah mengirim kapal perang dan pesawat tempur ke perairan dan wilayah udara dekat China dan bahkan masuk tanpa izin ke wilayah China. Di sisi lain, China juga telah melakukan patroli dan latihan untuk menjaga kedaulatan nasional dan integritas teritorialnya.
Pada akhirnya walau dinilai masih kurang, kenaikan anggaran militer tersebut tetap saja ditujukan untuk memperkuat militer Negeri Tirai Bambu guna mempersiapkan diri menghadapi berbagai gempuran yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Artikel ini sudah terbi di CNBC Indonesia