(istimewa)
Rabu, 27 Mei 2020 08:08 WIB
Editor: Joseph Ginting
(istimewa)
RIAU ONLINE, BEIJING-Kabar mengejutkan datang dari peneliti China. Peneliti China mengaku telah menemukan bukti terbaru tentang asal-usul virus corona atau Covid-19. Temuan ini melengkapi puzzle hasil penelitian yang sebelumnya telah terungkap.
Baru-baru ini ilmuwan di China telah menemukan clade virus corona baru yang berbeda dari yang dibagikan di antara pasien yang terhubung dengan pasar makanan laut Huanan di Wuhan.
COVID-19 mampu membajak sel inang untuk mereplikasi, menciptakan ribuan salinannya sendiri hingga sel inang kewalahan dan secara efektif membunuh dirinya sendiri [NIAID].
Ilustrasi asal-usul virus corona atau Covid-19. [NIAID].
Clade sendiri merupakan istilah untuk kelompok taksonomi yang memiliki satu leluhur bersama dan semua keturunannya juga berasal dari moyang tersebut.
Artinya hasil tersebut memberikan bukti baru bahwa pasar mungkin bukan asal dari virus yang menyebabkan pandemi Covid-19 yang mematikan. Demikian seperti dilansir dari Global Times.
Baca Juga
Dalam penelitiannya, merek mengumpulkan sampel genom virus dari 326 pasien di Shanghai antara 20 Januari dan 25 Februari.
Mereka mengidentifikasi dua clades utama, keduanya termasuk kasus yang didiagnosis pada awal Desember 2019, menurut sebuah makalah pre-review yang diterbitkan online oleh majalah Nature pada 20 Mei. .
Mereka memperhatikan bahwa genom dari enam pasien dengan riwayat kontak yang terkait dengan pasar makanan laut Huanan jatuh ke dalam satu jenis clade.
Sementara tiga pasien lainnya didiagnosis pada periode yang sama tetapi tanpa paparan ke pasar yang dikelompokkan ke dalam clade lainnya, menunjukkan berbagai asal-usul penularan di Shanghai.
Dua garis keturunan utama dari virus yang berasal dari satu nenek moyang yang sama mungkin berasal secara independen dari Wuhan pada Desember 2019.
Itulah yang berkontribusi terhadap pandemi saat ini, meskipun tidak ada perbedaan besar dalam manifestasi klinis atau penularan yang ditemukan di antara mereka.
Penelitian ini dilakukan bersama oleh tim peneliti dari Shanghai Public Health Clinical Center and the National Research Center for Translational Medicine. Artikel ini sudah terbit di Suara.com